ANTI NUTRISI PADA BAHAN
PAKAN
(tugas ilmu nutrisi ternak unggas)
Oleh:
I. MADE ADI JAYA
0614061038
JURUSAN PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2009
ANTI NUTRISI PADA BAHAN PAKAN
Berbagai macam antinutrisi atau
senyawa toksik terdapat pada berbagai biji cereal, biji legume dan tanaman
lainnya. Sebagian besar zat kimia ini mengandung unsur normal dengan komposisi
kimia bervariasi (seperti protein, asam lemak, glycoside, alkaloid) yang bisa
didistribusikan seluruhnya atau sebagian ke tanaman.
Beberapa senyawa bisa menjadi
tidak aktif dengan berbagai proses seperti pencucian, perebusan atau pemanasan.
Apabila panas digunakan untuk menginaktifkan senyawa antinutrisi perlu
dipertimbangkan agar tidak merubah kualitas nutrisi bahan pakan, tetapi ada
beberapa kejadian kalau digunakan panas yang ekstrim bisa juga berperan untuk
membentuk senyawa toksik.
Adanya senyawa anti nutrisi
dalam bahan pakan dapat menjadi pembatas dalam penggunaannya dalam ransum,
karena senyawa antinutrisi ini akan menimbulkan pengaruh yang negatif terhadap
pertumbuhan dan produksi tergantung dosis yang masuk kedalam tubuh. Penggunaan
bahan pakan yang mengandung antinutrisi harus diolah dulu untuk menurunkan atau
menginaktifkan senyawa ini, tetapi perlu dipertimbangkan nilai ekonomis dari
pengolahan ini.
1. Phytat
Phytat merupakan salah satu non
polysaccharida dari dinding tanaman seperti silakat dan oksalat. Asam phytat
termasuk chelat (senyawa pengikat mineral) yang kuat yang bisa mengikat ion
metal divalent membentuk phytat komplek sehingga mineral tidak bisa diserap
oleh tubuh. Mineral tersebut yaitu Ca, Zn, Cu, Mg dan Fe.
Pada sebagian besar cereal,
60-70 % phosphor terdapat sebagai asam phytat, kecernaan molekul phytat sangat
bervariasi dari 0-50 % tergantung bahan pakan dan umur unggas. Unggas muda
lebih rendah kemampuan mencerna phytat, tetapi pada unggas dewasa 50%.
Kecernaan phytat terjadi karena adanya phytase tanaman atau sintetis phytase
dari mikroba usus. Perlakuan panas pada ransum seperti pelleting atau ekstrusi
tidak terlihat memperbaiki kecernaan pospor-phytat.
Cara memecahkan masalah adanya
P-phytat dalam ransum yaitu :
- Penambahan phytase: kelemahan dari penambahan phytase ke dalam ransum akan menambah biaya ransum dan phytase mudah rusak selama proses pelleting. Sebagian besar phytase didenaturasi pada suhu 65°C. Sebaiknya enzym phytase ditambahkan setelah proses pengolahan.
- Penambahan sumber pospor lainnya kedalam ransum seperti dicalcium pospat.
Sebagian besar cereal dan suplemen protein nabati relatif rendah kandungan phytase kecuali dedak gandum, sedangkan biji yang mengandung minyak kandungan phytat lebih tinggi.
2.
Tannin
Tannin adalah senyawa phenolic
yang larut dalam air. Dengan berat molekul antara 500-3000 dapat mengendapkan
protein dari larutan. Secara kimia tannin sangat komplek dan biasanya dibagi
kedalam dua grup, yaitu hydrolizable tannin dan condensed tannin. Hydrolizable
tannin mudah dihidrolisa secara kimia atau oleh enzim dan terdapat di beberapa
legume tropika seperti Acacia Spp.
Condensed tannin atau tannin
terkondensasi paling banyak menyebar di tanaman dan dianggap sebagai tannin
tanaman. Sebagian besar biji legume mengandung tannin terkondensasi terutama
pada testanya. Warna testa makin gelap menandakan kandungan tannin makain
tinggi.
Beberapa bahan pakan yang
digunakan dalam ransum unggas mengandung sejumlah condensed tannin seperti biji
sorgum, millet, rapeseed , fava bean dan beberap biji yang mengandung minyak.
Bungkil biji kapas mengandung tannin terkondensasi 1,6 % BK sedangkan barley,
triticale dan bungkil kedelai mengandung tannin 0,1 % BK. Diantara bahan pakan
unggas yang paling tinggi kandungan tannin terlihat pada biji sorgum (Sorghum
bicolor).
Kandungan tannin pada varietas
sorgum tannin tinggi sebesar 2,7 dan 10,2 % catechin equivalent. Dari 24
varietas sorgum kandungan tannin berkisar dari 0,05-3,67 % (catechin
equivalent). Kandungan tannin sorgum sering dihubungkan dengan warna kulit luar
yang gelap. Peranan tannin pada tanaman yaitu untuk melindungi biji dari predator
burung, melindungi perkecambahan setelah panen, melindungi dari jamur dan
cuaca.
Sorgum bertannin tinggi bila digunakan pada ternak akan memperlihatkan penurunan kecepatan pertumbuhan dan menurunkan efisiensi ransum pada broiler, menurunkan produksi telur pada layer dan meningkatnya kejadian leg abnormalitas.
Sorgum bertannin tinggi bila digunakan pada ternak akan memperlihatkan penurunan kecepatan pertumbuhan dan menurunkan efisiensi ransum pada broiler, menurunkan produksi telur pada layer dan meningkatnya kejadian leg abnormalitas.
Cara mengatasi pengaruh dari
tannin dalam ransum yaitu dengan mensuplementasi DL-metionin dan suplementasi
agen pengikat tannin, yaitu gelatin, polyvinylpyrrolidone (PVP) dan
polyethyleneglycol yang mempunyai kemampuan mengikat dan merusak tannin. Selain
itu kandungan tannin pada bahan pakan dapat diturunkan dengan berbagai cara
seperti perendaman, perebusan, fermentasi, dan penyosohan kulit luar biji.
3. Gossypol
Penggunaan bungkil biji kapuk
(Cottonseed meal) pada hewan monogastrik dibatasi oleh kandungan serat kasar
dan senyawa toksik yaitu tannin dan gossypol yaitu pigmen polyphenolic kuning.
Konsentrasi gossypol dalam biji bervariasi diantara spesies kapuk dan antara
cultivarnya berkisar 0,3 dan 3,4 %. Gossypol ditemukan dalam bentuk bebas,
bentuk beracun dan bentuk ikatan yang tidak toksik. Metode pengolahan biji
kapuk menentukan kandungan gosipol bebas. Kandungan gossipol bebas pada
pengolahan menggunakan ekstrak pelarut berkisar antara 0,1-0,5 % tetapi untuk
proses expeller kandungan gossypol bebas kira-kira 0,05 %. Seluruh biji
mempunyai gossypol bentuk bebas. Broiler bisa toleran sampai level gosipol
bebas 100 ppm tanpa terlihat pengaruh merugikan pada performan. Ransum layer
mengandung < 50 ppm gossypol mencegah terjadinya green discoloration pada
kuning telur khususnya setelah penyimpanan serta dapat menurunkan daya tetas
dari telur fertile. Penambahan garam besi (ferric sulphat) pada ransum yang
biji kapuk dapat merusak gossypol yaitu dengan mengikat grup reaktif gossipol
dengan (Fe), dan kandungan protein ransum yang tinggi juga dapat mencegah
pengaruh merugikan dari gossypol.
4. Saponin
Sebagian besar saponin ditemukan
pada biji-bijian dan tanaman makanan ternak seperti alfalfa, bunga matahari,
kedelai, kacang tanah . Saponin umumnya mempunyai karakteristik yaitu rasa
pahit, sifat iritasi mucosal, sifat penyabunan, dan sifat hemolitik dan sifat
membentuk komplek dengan asam empedu dan kolesterol.
Saponin mempunyai efek
menurunkan konsumsi ransum karena rasa pahit dan terjadinya iritasi pada oral
mucosa dan saluran pencernaan. Pada anak ayam yang diberi 0,9 % triterpenoid
saponin bisa menurunkan konsumsi ransum, menurunkan pertambahan berat badan,
menurunkan kecernaan lemak, meningkatkan ekskresi cholesterol dan menurunkan
absorpsi vitamin A dan D.
5. Mimosin
Tepung daun lamtoro (Leucaena
leucocephala) kering sama dengan tepung biji kapuk sebagai sumber protein.
Penggunaan lamtoro bisa menekan pertumbuhan broiler dan produksi telur pada
layer. Nilai nutrisi yang rendah dari lamtoro karena adanya mimosin. Lamtoro
mengandung mimosin sebesar 3-5 % BK, tetapi juga mengandung senyawa antinutrisi
lain termasuk protease inhibitor, tannin dan galactomannan.
Karena adanya mimosin ini penggunaan lamtoro dalam ransum non ruminansia sebesar 5-10 % tanpa menimbulkan gejala toxicosis. Efek yang merugikan dari mimosin, yaitu menurunkan pertumbuhan dan menurunkan produksi telur. Ayam muda lebih sensitif dari pada ayam dewasa.
Karena adanya mimosin ini penggunaan lamtoro dalam ransum non ruminansia sebesar 5-10 % tanpa menimbulkan gejala toxicosis. Efek yang merugikan dari mimosin, yaitu menurunkan pertumbuhan dan menurunkan produksi telur. Ayam muda lebih sensitif dari pada ayam dewasa.
6. Protease Inhibitor
Protease inhibitor adalah
senyawa yang bisa menghambat trypsin dan chymotripsin dan umumnya pada tanaman
mengandung konsentrasi yang rendah kecuali kedelai. Kedelai cenderung
mengandung protease inhibitor tinggi dan pada cereal lainnya rendah. Memakan
kedelai mentah mengakibatkan meningkatnya berat pankreas.
Penghambatan aktivitas trypsin berpengaruh pada pencernaan protein, karena tripsin adalah activator dari semua enzim yang dikeluarkan oleh pankreas yaitu zymogen termasuk trypsinogen, chymotripsinogen, proelastase dan carboxypeptidase. Pengaruh utama dari tripsin inhibitor bukan menggangu pencernaaan protein tetapi sekresi berlebihan dari pankreas.
Penghambatan aktivitas trypsin berpengaruh pada pencernaan protein, karena tripsin adalah activator dari semua enzim yang dikeluarkan oleh pankreas yaitu zymogen termasuk trypsinogen, chymotripsinogen, proelastase dan carboxypeptidase. Pengaruh utama dari tripsin inhibitor bukan menggangu pencernaaan protein tetapi sekresi berlebihan dari pankreas.
Cholecystokinin adalah peptide
yang merangsang sekresi enzim pankreas dikeluarkan oleh bagian proximal usus halus
yang dikontrol oleh aktivitas umpan balik negatif. Meningkatnya kadar
tripsin di lumen usus akan menurunkan sekresi cholecystokinin. Sekresi
cholecystokinin oleh mucosa usus karena adanya monitor peptide yaitu sebuah
peptide yang disekresikan kedalam getah pankreas.
Apabila pencernaan protein
selesai maka monitor peptide dirusak oleh trypsin dan sekresi cholecystokinin
berhenti. Adanya inhibitor trypsin dalam ransum, pankreas secara terus menerus
merangsang cholecystokinin sebab monitor peptide tidak dirusak oleh trypsin.
Kelebihan rangsangan ini menyebabkan terjadi hyperthrophy dan hyperplasia dari
pankreas yang terlihat dari berat pankreas meningkat.
Protease inhibitor mudah
dinetralkan dengan pemanasan. Kerusakan ini tergantung dari suhu, waktu pemanasan,
ukuran partikel dan kandungan air. Pengolahan untuk menetralkan trypsin
inhibitor harus dipertimbangkan jangan sampai merusak nilai nutrisi dari
kedelai.
7. Cyanogenic glycoside
(Cyanogen)
Cyanogenic glycoside,
cyanoglycosida atau cyanogen adalah senyawa yang apabila diperlakukan asam dan
diikuti dengan hidrolisis oleh enzim tertentu akan melepaskan hydrogen cyanida
(HCN). Cyanoglycosida terdapat lebih dari 2000 spesies tanaman. Singkong
(cassava) adalah hasil panen utama yang mengandung cyanogen dalam jumlah
tinggi.
Pengolahan singkong secara
tradisional yaitu umbi dipotong-potong dibawah air mengalir untuk mencuci
cyanogen. Alternatif lain yaitu umbi singkong dipotong-potong,
dihancurkan dan dikeringkan dibawah sinar matahari sampai HCN menguap. HCN
setelah dilepas dengan cepat diabsorpsi dari saluran gastro intestinal masuk ke
dalam darah. Ion Cianida (CN-) berikatan dengan Fe heme dan beraksi dengan
ferric (oxidasi) dalam mitokondria membentuk cytochrome oxidase di dalam
mitokondria, membentuk komplek stabil dan menahan jalur pernafasan. Akibatnya
hemoglobin tidak bisa melepas oxygen dalam system transport electron dan
terjadi kematian akibat hypoxia seluler.
Beberapa cara mengurangi
cyanogenic glycoside yaitu :
- Proses pembuatan pati menghilangkan cyanogen.
- Pencacahan, dikeringkan atau sebelumnya disimpan lebih dulu dalam keadaan basah bisa mengurangi 2/3 cyanogen dari segar.
8. Non-
starch Polysaccharide
Non-starch
polysaccharide (NSP) adalah karbohidrat komplek yang terlihat di endosperm dinding
sel dari biji cereal. Karbohidrat ini sukar dicerna sehingga lolos dari saluran
pencernaan dan mengikat air sehingga viscositas cairan di saluran pencernaan
tinggi. Viscositas di saluran pencernaan meningkat menyebabkan transport
nutrient menurun dan absorpsi menurun. Kedelai mengandung NSP dalam bentuk
oligosaccharide.
Kedelai yang
berasal dari berbagai negara mengandung oligosaccharida berbeda-beda. Pengaruh
negatif dari NSP yaitu :
- Excreta lengket dan kadar air tinggi sehingga menimbulkan masalah litter.
- Menurunkan energi tersedia pada burung.
- Mempengaruhi mikroflora di saluran pencernaan
9. Saponin: : Peran dan
Pengaruhnya bagi Ternak dan Manusia
Tanaman mempunyai kemampuan
dalam menghasilkan senyawa kimia phytochemicals yang
bertanggung jawab dalam mekanisme pertahanan tanaman terhadap predator,
memberikan zat warna, rasa dan bau tanaman. Beberapa tanaman menghasilkan
senyawa kimia yang dimanfaatkan oleh manusia sebagai bahan pengobatan. Istilah fitokimia
biasanya digunakan untuk menunjukkan senyawa yang terdapat pada tanaman yang
tidak dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh tetapi mempunyai pengaruh terhadap
kesehatan atau peran aktif melawan penyakit. Salah satu senyawa kimia yang
dihasilkan tanaman adalah saponin.
Saponin pada awalnya dianggap
sebagai senyawa yang mempunyai pengaruh negatif pada ternak dan manusia yang
mengkonsumsinya. Pada ternak ruminansia dan ternak domestikasi lain, saponin
pakan mempunyai pengaruh terhadap semua fase metabolisme, mulai dari konsumsi
pakan hingga pengeluaran kotoran. Saponin dapat menghambat kerja enzim
proteolitik yang menyebabkan penurunan kecernaan dan penggunaan protein.
Saponin dianggap sebagai senyawa yang berperan dalam pembentukan buih dalam
ingesta rumen yang merangsang timbulnya BLOAT. Perkembangan terakhir, saponin
disamping mempunyai sifat yang merugikan ternyata banyak juga yang bersifat
menguntungkan terhadap ternak. Saponin dapat menurunkan kolesterol, mempunyai
sifat sebagai antioksidan, antivirus dan anti karsinogenik dan manipulator
fermentasi rumen.
Dapatkan berita seputar ayam hanya di rajasabungs128
BalasHapus