PENGARUH NUTRISI
PROTEIN TERHADAP PERTUMBUHAN UNGGAS
(tugas ilmu nutrisi ternak unggas)
Oleh:
I. MADE ADI JAYA
0614061038
JURUSAN PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2009
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latarbelakang
Protein
berasal dari kata Yunani “proteios” yang berarti pertama atau kepentingan
utama. Sesuai namanya, protein sangat penting sebagai penyusun dari semua
kehidupan sel dan merupakan kelompok kimia terbesar didalam tubuh setelah air.
Sedangkan Nutrisi merupakan
proses melengkapi sel makhluk hidup dengan zat-zat kimia yang diberikan dari
luar agar makhluk hidup tersebut dapat berfungsi secara optimum dalam berbagai
reaksi metabolisme untuk keperluan hidup pokok, pertumbuhan, berproduksi dan
berketurunan. Daging rata-rata mengandung 75% air, 16% protein,
65% lemak , dan 3% abu. Protein merupakan komponen esensial dari inti sel dan
protoplasma sel. Oleh sebab itu protein jumlahnya besar dalam jaringan otot
karkas, organ-organ dalam, syaraf, dan kulit.
1.2. Komposisi dan Struktur Protein
Protein adalah senyawa organik yang sangat komplek
dengan berat molekul tinggi. Seperti halnya karbohidrat dan lemak, protein
tersusun dari unsur-unsur C, H, dan O. Umumnya protein mengandung 16% unsur N
dan kadang-kadang mengandung unsur fosfor atau sulfur. Protein mempunyai
struktur dasar yang berbeda dari makromolekul biologi penting lainnya seperti
karbohidrat dan lemak. Karbohidrat dan lemak mempunyai struktur dasar yang
disusun oleh unit-unit yang sama atau pengulangan unit yang sama (misalnya
pengulangan unit glukosa dalam pati, glikogen dalam selulosa). Sedangkan
protein mempunyai lebih dari 100 unit dasar penyusun yang berbeda. Unit dasar
penyusun protein adalah asam-amino. Dengan demikian protein dapat tersusun oleh
rangkaian asam-amino yang bervariasi dan berderet, tidak hanya dalam komposisi
protein tetapi juga dalam bentuk protein. Struktur dasar protein dapat dilihat
pada
Gambar 1.
Gambar 1. Struktur Dasar
Protein.
1.3. Klasifikasi Protein
Berdasarkan bentuk, kelarutan dan komposisi kimianya,
protein dapat diklasifikasternak kedalam tiga kelompok :
a. Protein Serat/Fibrosa
Protein fibrosa adalah protein hewani yang tidak
larut yang pada umumnya tidak dapat dihancurkan oleh enzim penghancur. Protein
fibrosa rantai-rantai peptidanya seperti filamen yang memanjang. Contoh yang
termasuk protein fibrosa adalah kolagen (protein yang berperan dalam
hubungan jaringan), elastin (terdapat dalam jaringan yang elastis
seperti arteri dan tendon) dan keratin (yang terdapat dalam rambut,
kuku, wool dan kuku mamalia).
b. Protein Globular
Protein globular adalah proyein yang berbentuk bulat.
Protein globular rantai peptidanya melilit padat, contohnya adalah enzim,
antigen dan hormon. Protein globular dapat dipecah lebih lanjut menjadi albumin
(larut dalam air, dapat terkuagulasi oleh panas, terdapat pada telur, susu,
darah dan tanaman), globulin (tidak larut dalam air atau larut sedikit
demi sedikit, terdapat dalam telur, susu dan darah, dan gunanya sebagai
cadangan protein yang terdapat dalam biji tanaman), dan histon (protein
dasar yang berberat molekul rendah, larut dalam air, terdapat dalam inti sel
yang bergabung dengan deoxyribonucleic acid - DNA).
c. Protein Konjugasi
Protein konjugasi adalah gabungan antara protein dan
non protein. Contoh yang termasuk dalam kelompok ini adalah fosfoprotein (kasein
dalam susu, fosfitin dalam kuning telur), glikoprotein (sekresi lendir),
lipoprotein (memberan sel), kromoprotein (hemoglobin, hemosianin,
sitokrom, flavoprotein) dan nucleoprotein (gabungan protein dengan asam
nucleic yang terdapat dalam inti sel).
1.4. Sifat Kimia Protein
Protein di alam ditemukan dalam bentuk koloid,
kelarutan protein di dalam air berbeda-beda, dari yang tidak larut (keratin)
sampai yang mempunyai kelarutan tinggi (albumin). Protein dapat didenaturasi
oleh panas, asam kuat, alkali, alkohol, aseton, urea dan garam dari logam
berat. Denaturasi adalah proses yang mengubah struktur molekul tanpa memutuskan
ikatan kovalen. Denaturasi dapat pula didefinisternak sebagai perubahan yang
besar dalam struktur alami yang tidak melibatkan perubahan dalam urutan
asam-amino. Denaturasi biasanya diiringi dengan hilangnya aktivitas biologi dan
perubahan yang berarti pada beberapa sifat fisika dan fungsi. Jika protein
didenaturasi, protein akan kehilangan struktur uniknya dan karena itu
sifat-sifat kimia, fisik dan bilogi yang dimilikinya akan berubah. Contoh dalam
kasus ini adalah enzim yang diinaktifkan oleh panas. Denaturasi dan koagulasi
protein merupakan aspek kestabilan yang dapat berkaitan dengan susunan dan
urutan asam-amino dalam protein.
1.5. Fungsi Protein
Fungsi protein pada unggas adalah sebagai berikut :
a)
Sebagai zat pembangun, protein berfungsi untuk memperbaiki kerusakan atau
penyusutan jaringan (perbaternak dan pemeliharaan jaringan) dan untuk membangun
jaringan baru (pertumbuhan dan pembentukan protein).
b)
Protein dapat dikatabolisasi menjadi sumber energi atau sebagai substrat
penyusun jaringan karbohidrat dan lemak.
c)
Protein diperlukan dalam tubuh untuk penyusun hormon, enzim dan substansi
biologis penting lainnya seperti antibodi dan hemoglobin.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kebutuhan Protein untuk Ayam yang Sedang
Tumbuh
Perhitungan kebutuhan protein per hari pada ayam yang
sedang bertumbuh :
Kebutuhan protein per hari untuk ayam yang sedang
bertumbuh dapat dibagi menjadi 3
bagian :
1. Protein yang diperlukan untuk pertumbuhan jaringan
Keb. protein/hari (g) = Pertambahan Berat Badan
(g) x 0.18
0.61
2. Protein untuk hidup pokok
Keb. protein / hari (g) = Berat Badan (g) x 0.0016
0.61
3. Protein untuk pertumbuhan bulu
Keb. protein/ hari (g) = Pertambahan Berat Badan
(g) x 0.07 x 0.82
0.61
Ket :
0.18 = karena karkas ayam itu terdiri dari kira-kira
18% protein.
0.61 = efisiensi penggunaan protein atau retensi
nitrogen sebesar 61%.
0.0016
= kehilangan nitrogen endogen pada ayam telah ditetapkan kira-kira 250 mg nitrogen
per kilogram berat badan. Bila nitrogen itu dikalternak 6.25 (untuk protein)
maka 1600 mg protein per kg berat badan hilang.
0.07 =
pada umur 3 minggu bulu itu merupakan 4% dari berat badan, dan persentase itu
akan meningkat menjadi 7% pada umur 4 minggu dan sesudah itu secara relatif
akan tetap.
0.82 =
kandungan protein bulu kira-kira 82%.
2.2. Kebutuhan Protein untuk Ayam Petelur
Kebutuhan protein untuk ayam petelur, dipengaruhi
oleh :
(1) Besar dan bangsa ayam
(2) Suhu lingkungan
(3) Tahap produksi
(4) Perkandangan
(5) Ruang tempat makan per ekor
(6) Dalamnya tempat makan yang dijalankan otomatis
(7) Dipotong tidaknya paruh
(8) Luas ruang untuk ayam
(9) Air minum, dingin dan bersih
(10) Tingkat penyakit dalam kandang
(11) Kandungan energi dalam ransum.
Bila semua faktor tersebut di atas dapat diatasi,
pada umumnya yang mempengaruhi kebutuhan protein adalah besar dan bangsa ayam,
suhu lingkungan, tahap produksi, dan kandungan energi dalam ransum.
2.3. Defisiensi Protein
Tanda-tanda defisiensi protein atau asam amino
esensial yaitu: defisiensi ringan mengakibatkan pertumbuhan menurun sesuai
dengan derajat defisiensinya. Defisiensi protein yang hebat atau defisiensi
sebuah asam amino tunggal menyebabkan segera berhentinya pertumbuhan dan
kehilangan pertumbuhan rata-rata sebesar 6-7% dari berat badan per hari.
2.4. Kelebihan Protein
Tanda-tanda kelebihan protein atau asam amino
esensial yaitu: kelebihan protein, meskipun semua asam amino esensial seimbang,
mengakibatkan penurunan pertumbuhan yang ringan, penurunan penimbunan lemak
tubuh, kenaternak tingkat asam urat dalam darah, litter menjadi basah karena
banyak konsumsi air minum, kelenjar adrenal membesar dan meningkatnya
adrenocortocosteroid.
2.5. Kualitas Protein dan Komposisi Asam Amino
Kualitas protein pada dasarnya ditentukan oleh
komposisi asam amino dan ketersediaan biologisnya. Biasanya penentuan pola EAA
protein diperkirakan dari kebutuhan EAA pakan, spesies, dan nilai skor kimia
hasil uji biologis. Skor kimia 100 menunjukan suatu tingkat asam amino
essensial dalam protein suatu bahan pakan sama dengan tingkat kebutuhan EAA
untuk ternak (dinyatakan dalam persen dari total EAA serta cystine dan
tyrosine). Skor kimia protein diambil dari persentase EAA suatu bahan pakan
dibandingkan dengan pola kebutuhan.
Metode penilaian kualitas protein ini didasarkan pada
konsep bahwa nilai protein tergantung kepada jumlah EAA dalam protein, yang
dibandingkan terhadap referensi protein. Daging ternak ternyata mempunyai
imbangan asam amino yang baik dan skor kimia tinggi (80). Kebanyakan sumber
protein yang ada komposisi asam-aminonya tidak seimbang, sehingga tidak cocok
digunakan sebagai satu-satunya sumber protein untuk ternak. Tujuan dari
formulasi pakan adalah mencampur protein dari berbagai kualitas untuk
mendapatkan pola EAA yang diinginkan oleh ternak.
Bentuk hubungan antara kualitas protein dengan pola
EAA hanya akan baik jika tiap-tiap asam amino adalah sama dengan
ketersediaannya dalam tubuh hewan. Contoh:
a.
Dibawah kondisi tertentu beberapa asam amino mungkin tidak tersedia karena
protein pakan tidak sempurna dicerna, seperti pada ternak karnivora yang enzim
pencernaannya tidak dapat menghancurkan dinding sel selulosa yang terdapat
dalam protein tanaman.
b.
Adanya inhibitor enzim dalam protein pakan seperti tripsin inhibitor pada
kedelai, walaupun inhibitor dapat diinaktifkan dengan perlakuan pemanasan.
Perlakuan pemanasan yang sangat tinggi berakibat
pencernaan protein lebih resisten karena terjadi pembentukan ikatan-ikatan
peptida antara rantai samping dari asam dikarboksil lysin. Kelompok amino bebas
dari lysin mudah rusak karena panas, dapat membentuk senyawa tambahan dengan
senyawa-senyawa non protein (Gula reduksi seperti glukosa) yang terdapat dalam
bahan pakan Reaksi ini dikenal dengan reaksi Maillard dan menggambarkan nilai
biologis lysin berkurang atau menjadi tidak ada. Selain gula reduksi, zat lain
yang diketahui bereaksi dengan lysin adalah gossypol yaitu senyawa fenol yang
terdapat dalam bungkil biji kapuk.
2.6. Evaluasi Kualitas Protein
Terlepas dari pengukuran kimia asam amino dan
ketersediaannya dalam protein pakan, banyak metode biologis untuk menghitung
kualitas protein, yaitu :
(i) Kecepatan
Pertumbuhan Spesifik (SGR), yaitu suatu indek kesensitifan dari
kualitas protein yang diperiksa dari berat yang diperoleh berdasarkan asam
amino yang diberternak. Setiap saat SGR dapat dihitung menggunakan formula:
(ii) Feed
Conversion Ratio (FCR), didefinisternak gram konsumsi pakan (Feed) per
gram pertambahan berat tubuh (W).
(iii) Feed
Efficiency (FE) didefinisternak sebagai gram pertambahan berat per gram
pakan yang dikonsumsi.
(iv) Protein
Effisiensi Ratio (PER) didefinisternak sebagai gram pertambahan berat
per gram protein yang dikonsumsi.
(v)
Penggunaan Netto Protein Nyata (Apprent Net Protein Utiliztaion)
didefinisternak sebagai persentase protein yang ditimbun dalam jaringan.
ANPU = Pb – Pa
Pi
Dimana :
Pb = total protein tubuh pada akhir percobaan
Pa = total protein tubuh pada awal percobaan
Pi = jumlah protein yang dikonsumsi selama percobaan
Perhitungan ini tidak berlaku untuk protein yang
terdapat dalam endogenous. Berbeda dengan metode perhitungan yang lain, metode
ini memerlukan sampel yang reprentatif dari hewan yang akan dibuat percobaan
dari awal dan akhir perlakuan untuk analisis protein karkas. Kesulitan metode
ini adalah dalam memperkirakan zat gizi atau kualitas protein yang mana harus
dilakukan dalam kondisi percobaan terkontrol tanpa adanya pakan alami karena
itu metode ini hanya dapat dilakukan dalam system pembudidayaan yang intensif
atau dalam “clean water”.
BAB III
RINGKASAN
Protein adalah komponen utama dalam jaringan tubuh
unggas. Persentasinya di dalam tubuh unggas berada dalam posisi ke dua setelah
air, yaitu berkisar antara 18 – 30%. Protein merupakan suatu polimer heterogen
dari ratusan bahkan ribuan molekul senyawa asam amino. Sejumlah asam amino akan
saling berikatan satu sama lain dengan perantaraan ikatan peptida untuk
membentuk protein.
Tingkat kebutuhan protein bagi setiap jenis unggas
tidak sama, bahkan pada satu species unggas yang sama, kebutuhan proten dapat
berbeda. Unggas membutuhkan protein sekitar 24 – 57 persen dari berat total
makanan, namun kebutuhan optimumnya berkisar antara 30 – 36 persen. Jika
protein yang dikonsumsi tidak mencapai kebutuhan akan mengganggu kecepatan
pertumbuhan.
Biaya yang diperlukan untuk menyediakan protein di
dalam makanan dapat mencapai lebih dari 60 persen dari biaya pakan unggas,
penggunaan protein seoptimal mungkin sangat penting dalam pemeliharaan unggas.
Pengetahuan tentang sumbersumber pakan perlu dipelajari, antara lain mengenai :
harga, ketersediaan, komposisi zat pakan termasuk asam amino dan kecernaannya
dalam tubuh unggas.
Pengelolaan dan pencampuran sumber-sumber pakan yang
tidak baik dapat berakibat kurang tersedianya protein atau asam amino pakan yang
dapat dicerna. Hal ini disebabkan karena ketersediaan asam amino dan protein
pada pakan antara lain dipengaruhi oleh: keseimbangan asam amino esensial yang
tersedia dalam pakan, perlakuan panas dan kimia terhadap pakan, pencucian pakan
di dalam air, kandungan serat kasar pakan, serta kandungan sumber energi lain
di dalam pakan seperti lemak dan karbohidrat.
Kualitas protein pada dasarnya ditentukan oleh
komposisi asam amino dan ketersediaan biologisnya. Biasanya penentuan pola EAA
protein diperkirakan dari kebutuhan EAA pakan, spesies, dan nilai skor kimia
hasil uji biologis. Skor kimia 100 menunjukkan suatu tingkat asam amino essensial dalam protein
suatu bahan pakan sama dengan tingkat kebutuhan EAA untuk ternak (dinyatakan
dalam persen dari total EAA serta cystine dan tyrosine). Skor kimia protein
diambil dari persentase EAA suatu bahan pakan dibandingkan dengan pola
kebutuhan. Metode penilaian kualitas protein ini didasarkan pada konsep bahwa
nilai protein tergantung kepada jumlah EAA dalam protein, yang dibandingkan
terhadap referensi protein.
DAFTAR PUSTAKA
Anggorodi, R. 1979. Ilmu Makanan Ternak Umum.
Edisi kesatu. PT Gramedia, Jakarta .
Baker, D.H. and J. Parson. 1990. Recent Advances
in Amino Acid Nutrition. Adjinomoto Co., Inc.
Crampton, E.W. and L.E. Harris. 1969. Applied
Animal Nutrition. 2 nd Ed., W.H. Freeman and Company, Inc., Reston Virginia .
Harper, J.M. and D.H. Baker. 1978. Factor
Affecting Methionine Toxicity and Its Alleviation in the Chick Physio.
Maynard, L.A.
and J.K. Loosli. 1962. Animal Nutrition. Fifth Edition. McGraw-Hill Book
Co., New York , Toronto ,
London .
Mc.Donald, P., R.A. Edwards, and J.F.D. Greenhalgh.
1978. Animal Nutrition. 4th. Ed., John Willey and Sons. Inc., New York .
Scott, M.L., M.C. Nesheim, and R.J. Young. 1982. Nutrition
of The Chickens. 3rd Ed. M.L. Scott and Associates Ithaca , New York .
Tillman, A.D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo , dan S. Lebdosukojo. 1991. Ilmu
Makanan Ternak Dasar. Cetakan ke-5. Gadjah
Mada University
Press, Yogyakarta .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar