ABSTRAK
PENGARUH
PEMBERIAN ZEOLIT BERAMONIUM DAN MINERAL ORGANIK TERHADAP KADAR AMONIA (NH3)
dan VOLATILE FATTY ACID (VFA) CAIRAN
RUMEN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE
Oleh
I.
Made Adijaya Negara Tangkas
Penelitian ini bertujuan
mengetahui pengaruh pemberian zeolit beramonium dan zeolit beramonium + mineral
organik dalam ransum terhadap kadar amonia (NH3)
dan volatile fatty acid (VFA) rumen
serta pengaruh terbaik dari perlakuan terhadap kadar amonia (NH3) dan volatile fatty acid (VFA) rumen.
Penelitian ini telah
dilaksanakan pada November - Desember 2010, bertempat di kandang Jurusan
Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Penelitian menggunakan
rancangan acak lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 3 kali ulangan, data yang
diperoleh diolah dengan analisis ragam pada taraf nyata 5% dan atau 1% kemudian dilanjutkan dengan uji kontras
ortogonal. Pelaksanaan penelitian dilakukan 30 hari masa adaptasi, 2
hari pengambilan data. Perlakuan yang diberikan adalah R1 (Ransum basal); R2 (Ransum
basal + 3% zeolit beramonium); R3 (Ransum basal + 3% zeolit beramonium + 1%
mineral organik).
Hasil
penelitian menunjukkan bahwa penggunaan zeolit beramonium dan mineral organik
di dalam ransum berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar amonia (NH3) rumen dan Volatile Vatty Acid (VFA) rumen pada
sapi PO. Rata-rata kadar amonia (NH3) tertinggi pada perlakuan R3 yaitu 11,106
dan terendah pada perlakuan R1 yaitu 8,055
mM. rata-rata konsentrasi volatile fatty
acid (VFA) tertinggi pada perlakuan R3 yaitu 163,333
mM dan terendah pada perlakuan R1 yaitu 86,666
mM.
Abstract
PENGARUH
PEMBERIAN ZEOLIT BERAMONIUM DAN MINERAL ORGANIK TERHADAP KADAR AMONIA (NH3)
dan VOLATILE FATTY ACID (VFA) CAIRAN
RUMEN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE
by
I.
Made Adijaya Negara Tangkas
This watchfulness aims to detect zeolite gift influence
beramonium and zeolite beramonium + organic mineral in ration towards degree
amonia (NH3) and
volatile fatty acid (VFA) rumen with best influence from treatment towards
degree amonia (NH3) and volatile
fatty acid (VFA) rumen.
This watchfulness carried out in November - December
2010, at Husbandry Direction stable, Faculty of Agriculture, Lampung University .
Watchfulness uses rancangan acak lengkap (RAL) with 3 treatments and 3
repetition times, data that got to cultivated with analysis kind in real
standard 5% and or 1% then continued
with contrast test orthogonal. Watchfulness execution is done 30 adaptation
time days, 2 data taking days. treatment that given R1 (basalt ration); R2
(basalt ration + 3% zeolite beramonium); R3 (basalt ration + 3% zeolite
beramonium + 1% organic mineral).
Watchfulness result shows that zeolite use beramonium
and organic mineral in ration differ very real (p<0,01) towards degree
amonia (NH3) rumen and
volatile vatty acid (VFA) rumen in cow PO . Average
degree amonia (NH3) highest in treatment R3 that is 11,106 mM and
bottommost in treatment R1 that is 8,055 mM. Average concentration volatile fatty acid (VFA) highest in
treatment R3 that is 163,333 mM and bottommost in treatment R1 that is 86,666
mM.
DAFTAR ISI................................................................................................. i
DAFTAR TABEL......................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR.................................................................................... iii
I. PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang dan Masalah................................................................ 1
B. Tujuan
Penelitian.................................................................................. 4
C. Manfaat
Penelitian............................................................................... 4
D. Kerangka
Pemikiran............................................................................ 4
E. Hipotesis............................................................................................. 6
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Sistem
Pencernaan Pada Ternak Ruminansia ....................................... 7
B. Zeolit
Beramonium............................................................................... 10
C. Mineral
Organik.................................................................................. 14
1. Mineral
Makro.............................................................................. 15
2. Mineral
Mikro............................................................................... 16
D. NH3
(kadar amonia)............................................................................ 19
E. VFA (Volatile Fatty Acid).......................................................................... 20
III. BAHAN DAN METODE
A. Waktu dan Tempat Penelitian .............................................................. 23
B. Bahan dan Alat Penelitian..................................................................... 23
1. Bahan
Penelitian............................................................................ 23
2. Alat
Penelitian................................................................................ 23
C. Metode Penelitian................................................................................ 24
D. Peubah yang Diukur............................................................................. 25
E. Pelaksanaan Penelitian......................................................................... 25
1. Persiapan Bahan
Ransum............................................................... 26
2. Prosedur Sedot Cairan
Rumen....................................................... 29
3. Prosedur
Analisis NH3................................................................... 29
4. Prosedur
Analisis VFA.................................................................. 31
IV. HASIL PENGAMATAN
DAN PEMBAHASAN
A. Kadar Amonia (NH3).......................................................................... 32
B. Produksi Volatile
Fatty Acid (VFA)................................................... 35
V. KESIMPULAN DAN
SARAN
A.
Kesimpulan.......................................................................................... 37
B.
Saran................................................................................................... 37
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1. Pengaruh
ransum perlakuan rumenterhadap NH3
rumen…................ 32
2.
Pengaruh ransum perlakuan terhadap produksi VFA rumen……….. 35
3.
Data penelitian hasil analisis laboratorium…………………….. ….. 44
4.
Analisis data kadar amonia (NH3)
rumen………….……………….. 45
5. Uji
kontras orthogonal terhadap kadar amonia (NH3)………………. 45
6.
Analisis ragam terhadap kadar amonia (NH3)
rumen pada sapi PO.... 46
7.
Analisis data Volatile Vatty Acid
(VFA) rumen……………………. 47
8. Uji
kontras orthogonal ransum perlakuan terhadap VFA rumen…… 47
9.
Analisis ragam Volatile Vatty Acid
(VFA) rumen pada sapi PO…… 48
10.
Data pemberian pakan………………………………………........... 48
DAFTAR
GAMBAR
Gambar Halaman
1.
Proses degradasi protein dalam rumen …………………….. 20
2. Tata letak ternak penelitian ……………………………….. 24
3.
Analisis produksi Volatile Fatty
Acid (VFA) rumen ……. 49
4.
Titrasi produksi Volatile Fatty
Acid (VFA) rumen ……
49
5.
Analisis kadar NH3 rumen ……………………………
50
6.
Titrasi analisis kadar NH3 rumen
………………………… 50
7.
Pembuatan zeolit beramonium
…………………………… 51
8.
Pengambilan cairan rumen
………………………………. 51
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada 06 April 1988, anak kedua dari tiga
bersaudara pasangan Bapak I Nyoman Sudama dan Ibu Ni Made Arwini.
Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SD Pelita Bhakti
Telukbetung pada 2000, sekolah lanjutan tingkat pertama di SLTPN 18
Bandarlampung pada 2003 dan sekolah lanjutan tingkat atas di SMA Taman Siswa
Bandarlampung pada 2006. penulis
diterima sebagai mahasiswa Universitas Lampung pada Program Studi Peternakan,
Fakultas Pertanian melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru pada 2006.
Pada Juli – Agustus 2010, penulis melaksanakan Praktik Umum di Acuan Farm, Pekalongan - Lampung Timur. Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah
menjadi anggota tim dalam program On
Campus Teaching Research and Business Farm Unit (OC-TREBFU) selama satu
periode pada tahun 2008, menjadi anggota UKM Hindu Universitas Lampung pada
tahun 2007 dan anggota HIMAPET bidang Dana dan Usaha periode 2008/2009.
Tidak ada orang
yang bisa menjadi besar dengan menganggap rendah orang lain untuk
merasa kebahagiaannya sendiri. Demikian juga,
Tidak ada orang yang akan menjadi kecil jika ia tulus menjadikan kebahagiaan orang lain sebagai syarat bagi kebahagiaannya sendiri.
Tidak ada orang yang akan menjadi kecil jika ia tulus menjadikan kebahagiaan orang lain sebagai syarat bagi kebahagiaannya sendiri.
(Khalil Gibran)
” HIDUP ” seperti
sederetan kata yang hanya menyisakan beberapa spasi.
Terkadang kita butuh koma untuk mengistirahatkan
perjalanan kita, tapi yakinlah bahwa titik bukan akhir dari segalanya karena
masih ada banyak kata yang harus kita untai menjadi
sebuah lembar kehidupan yang baru dan lebih ” INDAH ”.
(Adijaya Tangkas)
Bersyukurlah atas segala yang diberikan
Tuhan YME baik dalam kondisi senang maupun susah dan bersabarlah atas apa yang
belum engkau raih dan berbaik sangkalah kepada-Nya selalu.
(Bhagawadgita,
JV:06)
Tanpa doa, motivasi, pengorbanan dan kasih
sayang, aku bukanlah dan tidaklah berarti apa-apa. Sebagai tanda hormat dan
terima kasih kupersembahkan karya kecil ini untuk
Bapak dan Ibu tercinta dan seluruh
keluarga besarku, semua sahabatku, keluarga besar Peternakan Unila serta Almamater
tercinta yang selalu kubanggakan
SANWACANA
Puji dan syukur penulis panjatkan
kehadirat TUHAN Y.M.E, karena berkat rahmat dan hidayat-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir Muhtarudin,M.S --
selaku Pembimbing Utama dan Ketua Jurusan Peternakan--atas bimbingan, arahan,
serta nasehat kepada penulis selama penyusunan skripsi;
2. Ibu. Ir. Nining Purwaningsih--selaku
Pembimbing Anggota--atas arahan, bantuan, petunjuk dan pengertian kepada
penulis selama penyusunan skripsi;
3. Bapak Dr. Ir. Rudy Sutrisna, M.S--selaku
Pembahas--atas ide, arahan, bimbingan dan izin selama penelitian dan penyusunan
skripsi;
4. Ibu Hj. Dian Septinova, S.Pt, M.T.A--selaku
Pembimbing Akademik--atas saran, bimbingan, dan nasehat yang diberikan selama
menempuh pendidikan;
5. Bapak H. Ir. Arif Qiston, M.S--selaku
Ketua Program Studi Jurusan Peternakan--atas bimbingan, kritik dan saran selama
masa perkuliahan;
6. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Peternakan
yang telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat selama penulis menempuh
pendidikan;
7. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Wan Abbas Zakaria,
M.S--selaku Dekan Fakultas Pertanian--atas izin penelitian yang diberikan;
8. Ayah dan Ibu tercinta,--atas pengorbanan,
do’a, kasih saying yang tak pernah putus, semangat dan dukungan baik moril
maupun materil;
9. Kakak adikku (bli Gede dan Agung), pamanku
(Pak Yan, Pak Tut, Pak Mang)--yang selalu memberi kasih sayang, semangat dan
motivasi;
10. Mas Feri, Mbk Erni, Agus, Mas Tio, Mas
Rajino sekeluarga--atas bantuan fasilitas dan kebaikannya selama penulis
penelitian dan penyusunan skripsi;
11. Sahabatku kak dido, kak njun, kak Yudi,
Jul koplak, Arman, Jay, Apunk, Yandri dll--yang selalu menemani disaat susah
dan senang;
12. Heri Doni Sinaga dan Zakki Mauludy--teman
perjuangan selama penelitian dan penyusunan skripsi--atas bantuan, kritik dan
saran serta kerjasamanya;
13. Teman angkatan ’06 Alex, Andik, Andra,
Anggi, Anu, Danil, Dugem, Dekil, Iyan, Ifan, Jepron, Larto, Prio, Qisti, Rizki,
Tofik, Wahyu, Abi, Aulia, Dewi, Dian, Echa, Fika, Fitri, Meong, Icha, Ika,
Meri, Triana, Wulan, Yuyun, Yunia atas persahabatan dan kebersamaan yang telah
terjalin bersama;
14. Bang Lai, Uchit, Dodo, Yuda, Panji, Nanda,
Andreas, Arif, Dani, Komeng, Bobi, Ucok, Lina, Yayu, Tegar, Maulana, Poronk,
Wayan, dan semua angkatan ’04, ’05, ’07, ’08, ’09, ’10, ’11 atas kebersamaan,
persaudaraan dan bantuannya kepada penulis;
Akhirnya penulis berharap semoga
skripsi ini bias bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,……
Astungkare.
Bandar Lampung, Maret 2011
I. Made Adijaya Negara Tangkas
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan subsektor peternakan
provinsi Lampung memiliki peranan yang sangat besar untuk memenuhi kebutuhan
daging di tingkat nasional. Kenyataan
ini sejalan dengan visi pembangunan peternakan Dinas Peternakan dan Kesehatan
Hewan Provinsi Lampung yaitu “ Terwujudnya Lampung sebagai Lumbung Ternak “
melalui pembangunan peternakan yang tangguh, berdaya saing dan berkelanjutan
untuk kemakmuran dan ketahanan masyarakat Lampung.
Pakan merupakan salah satu komponen
yang berperan penting dalam budidaya ternak untuk mencapai hasil yang
diinginkan. Pakan berguna untuk
kebutuhan pokok, produksi, dan reproduksi. Pemberian pakan yang mencukupi baik kualitas
maupun kuantitas dapat meningkatkan produksi ternak ruminansia.
Bahan pakan merupakan biaya produksi
paling besar pada usaha ternak sapi yang mencapai 60 - 80% dari biaya produksi
total, maka perlu dilakukan pemanfaatan bahan atau limbah yang belum
termanfaatkan sehingga dapat meningkatkan efisiensi penggunaan bahan pakan dan
pada akhirnya dapat menghasilkan kenaikan yang nyata pada efisiensi usaha
ternak sapi.
Salah satu solusi untuk meningkatkan
dan menjaga produktivitas ternak adalah memaksimumkan pemberian bahan-bahan
pelengkap (suplemen) baik yang tidak
mengandung zat nutrisi seperti antibiotik,
antioksidan, dan perangsang nafsu
makan maupun yang mengandung zat nutrisi seperti mineral, vitamin, asam amino
dan asam lemak tambahan.
Salah satu suplemen yang saat ini
sedang diteliti pemanfaatannya sebagai campuran ransum ternak adalah zeolit
beramonium dan mineral organik. Penggunaan
zeolit sebagai pakan tambahan untuk ternak telah menunjukkan efek yang positif.
Zeolit yang telah dijenuhi oleh ion
amonium ini selanjutnya disebut sebagai zeolit beramonium. Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa
pemberian zeolit dapat menaikkan kecepatan pertambahan berat tubuh,
keefeisienan penggunaan makanan (Mumpton and Fishman, 1997), produksi susu, dan performan reproduksi ternak (Muller, 1974).
Menurut
penyelidikan Direktorat sumber daya mineral sebagai mana dikutip oleh
Burhanuddin (1990), di Indonesia terdapat 46 lokasi yang mengandung zeolit;
sebagian diantaranya telah dieksploitasi.
Demikian juga pemakaiannya sebagai campuran ransum ternak telah mulai
berkembang. Akan tetapi, seberapa jauh
efektifitas zeolit alam yang ada di Indonesia dapat memperbaiki perfomans hewan
ternak khususnya ternak kambing dan bagaimana pengaruh tersebut berlangsung
secara fisiologis belum banyak diungkapkan.
Sutardi (1997), merekomendasikan
bahwa pemakaian zeolit perlu dibatasi sampai sekitar 2,7 – 6,0% dari bahan
kering konsentrat. Penambahan zeolit
dalam level yang tinggi akan mengakibatkan kadar abu ransum menjadi lebih
tinggi dan akan mengakibatkan terganggunya proses pencernaan pakan. Respon-respon positif ini diduga berhubungan
dengan aksi zeolit untuk mengikat bahan-bahan toksis yang ada di dalam saluran
pencernaan dan menaikkan intensitas proses-proses pencernaan dan penyerapan
zat-zat makanan, sehingga mempengaruhi peningkatan pertumbuhan dan produksi
ternak.
Bagi ternak ruminansia, mineral
selain digunakan untuk memenuhi kebutuhannya juga digunakan untuk mendukung dan
memasok kebutuhan mikroba yang hidup didalam rumen. Untuk mencerna pakan berserat, ternak
ruminansia menggunakan jasa fermentasi dari mikroba rumen. Optimalisasi
bioproses rumen dan pasca rumen dapat tercapai jika semua prekusor mikroba
dalam rumen dan keseimbangan zat-zat makanan pasca rumen terpenuhi. Untuk
menjalankan fungsinya mikroba membutuhkan nutrisi mineral.
Mineral adalah senyawa alami yang terbentuk melalui
proses geologis. Istilah mineral
termasuk tidak hanya bahan komposisi kimia tetapi juga struktur mineral. Mineral termasuk dalam komposisi unsur murni
dan garam sederhana sampai silikat yang sangat komplek dengan ribuan bentuk
yang diketahui (senyawa organik biasanya tidak termasuk). Mineral digolongkan menjadi mineral makro dan
mineral mikro.
Dalam bentuk bebas,
mineral makro dan mikro dapat saling berinteraksi positif dan negatif dengan
lemak, protein, atau bahan organik lain dalam saluran pencernaan ruminansia
sehingga mineral tersebut akan terbuang bersama feses. Hal ini akan menyebabkan tubuh ternak
kekurangan mineral dalam tubuhnya. Mineral makro terdiri dari Ca, Mg dan mineral
mikro terdiri dari Zn, Cu, Cr, Se.
Amonia
adalah salah satu bahan toksik yang banyak diproduksi di dalam saluran
pencernaan dan diserap kedalam tubuh (Visek, 1978). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
apakah zeolit beramoniasi berpengahruh terhadap konsentrasi amonia. Secara tidak
langsung dapat menunjukan ada tidaknya aksi pengikat ammonia oleh zeolit di
dalam saluran pencernaan. Pemberian
zeolit beramonium diharapkan dapat berguna sebagai sumber ilmiah dalam
pengembangan aplikasi zeolit khususnya untuk bidang peternakan sesuai dengan
karakteristik zeolit alam yang ada di Indonesia.
Penelitian ini bertujuan mengetahui :
1. Pengaruh pemberian zeolit beramonium dan zeolit beramonium + mineral
organik dalam ransum terhadap NH3 dan VFA rumen.
2. Pengaruh terbaik dari perlakuan terhadap NH3 dan VFA rumen.
C. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat
memberikan informasi akan pengaruh pemberian zeolit beramonium, zeolit
beramonium + mineral organik, dan perlakuan terbaik terhadap NH3 dan VFA
rumen sapi PO.
D. Kerangka Pemikiran
Pakan merupakan salah satu komponen
yang berperan penting dalam budidaya ternak untuk mencapai hasil yang
diinginkan. Pakan berguna untuk
kebutuhan pokok, produksi dan reproduksi. Pemberian pakan yang mencukupi baik kualitas
maupun kuantitas dapat meningkatkan produksi ternak ruminansia.
Zeolit dapat meningkatkan nafsu makan
dan mengurangi penyakit lambung, mengontrol kandungan NHdalam kotoran, serta berperan dalam mekanisme biologis untuk
memperlancar proses pencernaan, fisiologis, dan biokimia ternak (Mumpton dan
Fishman, 1997). Kelebihan ion NH dalam rumen dapat
diikat oleh zeolit sehingga dapat dimanfaatkan oleh bakteri untuk keperluan
sintesa protein sesuai dengan kebutuhan, dengan demikian zeolit disini berfungsi
sebagai buffer ion NH. Kemampuan zeolit
untuk membantu proses penyerapan zat-zat makanan dari dalam ransum serta sifat
zeolit sebagai buffer menyebabkan zat-zat makanan akan terserap dengan baik
oleh ternak (Arifin dan Komarudin, 1999).
Mineral merupakan salah satu unsur
yang juga mempengaruhi produksi ternak. Sekitar 4% tubuh ternak terdiri atas
mineral, namun hewan tidak dapat mensintesa mineral sendiri karena itu harus
diberikan dalam pakan (Maynard et al.,
1979). Mineral adalah unsur esensial
yang diperlukan mikroba rumen untuk optimalisasi bioproses dalam rumen. Optimalisasi bioproses dalam rumen diharapkan
dapat memacu fermentasi dan pertumbuhan mikroba rumen, sehingga dapat
meningkatkan produksi ternak ruminansia.
Kemajuan bioteknologi telah menghasilkan mineral organik yang dianggap
suatu komponen penting dalam ilmu makanan ternak selain penggunaan mineral
anorganik, karena mineral organik lebih mudah diserap oleh tubuh ternak.
Pemberian mineral dalam bentuk
anorganik tidak dapat mencukupi kebutuhan mineral dalam tubuh ternak akibat
adanya interaksi mineral dengan bahan dalam saluran pencernaan. Untuk menghindari interaksi tersebut, mineral
harus terlebih dahulu berikatan dengan bahan pengikat organik (lisin dan asam
lemak) sebelum masuk ke dalam tubuh ternak. Keunggulan penggunaan mineral organik antara
lain mudah larut dan mudah diserap dalam tubuh ternak serta dapat langsung
masuk ke dalam sel organ sasaran dan lebih efisien penggunaannya (Sutardi, 1997). Dengan adanya penambahan mineral
organik dalam ransum diharapkan meningkatkan populasi mikroba rumen sehingga
kecernaan terhadap zat-zat makanan meningkat.
E. HipotesisDalam penelitian ini hipotesis yang diajukan ialah
1. Pemberian zeolit beramonium dan pemberian zeolit beramonium + mineral
organik berpengaruh terhadap NH3 dan VFA rumen sapi PO.
2. Adanya pengaruh terbaik pada pemberian zeolit beramonium + mineral
organik terhadap NH3 dan VFA rumen sapi PO.
II. TINJAUAN
PUSTAKA
A. Sistem Pencernaan Pada Ternak
Ruminansia
Pencernaan adalah proses perubahan
fisik dan kimia yang dialami bahan makanan dalam alat pencenaan dilakukan oleh
mikroba rumen. Mikroba rumen merubah
zat-zat hara yang terdapat dalam makanan menjadi senyawa yang lebih sederhana,
sehingga dapat diserap tubuh dan dapat digunakan sebagai energi membentuk
senyawa-senyawa baru.
Perbedaan anatomis antara ternak
ruminansia dan non ruminansia adalah pada ternak ruminansia tidak mempunyai
banyak gigi pada rahang atas sebagaimana yang dimiliki ternak non
ruminansia. Pengunyahan makanan dibagian
mulut pada ternak ruminansia berlangsung relatif singkat, sebagian besar
makanan yang dikonsumsi langsung ditelan dan disimpan (sementara waktu) di
dalam bagian perut (Kartadisastra, 1997).
Zat gizi yang tidak terdapat di dalam
feses atau habis dicerna dan diabsorpsi diasumsikan sebagai daya cerna (Tilman et al., 1998). Kecernaan dapat menjadi ukuran tinggi
rendahnya efektifitas penggunaan suatu bahan pakan. Arora (1995) menyatakan bahwa tingkat
kecernaan merupakan fungsi waktu pencernaan dan waktu yang tersedia bagi
makanan untuk dicerna.
Ketika pakan memasuki rumen, semua
unsur nutrisi yang terkandung di dalam pakan akan mengalami pertukaran yang
menghasilkan produk siap cerna. Setiap
unsur nutrisi yang terkandung di dalam bahan pakan setelah dikonsumsi akan
dicerna oleh ternak ruminansia didalam alat pencernaannya (Kartadisastra,
1997). Pada umumnya pakan dengan
kandungan nutrisi tinggi akan memiliki kecernaan tinggi pula (Suarti, 2001)
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi
kecernaan, yaitu suhu, laju perjalanan makanandalam organ pencernaan, bentuk
fisik bahan pakan, komposisi ransum, dan pengaruh perbandingan dari zat-zat
makanan lainnya (Anggorodi, 1994).
Menurut Sutardi (1980), proses
pencernaan dibagi menjadi tiga jenis berdasarkan perubahan yang terjadi pada
bahan makanan dalam alat pencernaan, yaitu pencernaan mekanik, pencernaan
hidrolitik, dan pencernaan fermentatif. Tilman et
al., (1998) menyatakan makanan yang masuk melalui mulut ternak ruminansia
akan mengalami proses pengunyahan atau pemotongan secara mekanik hingga
membentuk bolus. Dalam proses ini makanan akan bercampur dengan saliva lalu masuk ke dalam rumen melalui
esophagus. Selanjutnya di dalam rumen makanan mengalami proses pencernaan fermentatif.
Pencernaan fermentatif pada ruminansia terjadi di dalam rumen (retikulo rumen)
berupa perubahan senyawa-senyawa tertentu menjadi senyawa lain, yang sama
sekali berbeda dari molekul zat makanan asalnya. Rumen merupakan bagian perut yang paling
depan dengan kapasitas paling besar.
Rumen berfungsi sebagai tempat penampungan makanan yang dikonsumsi untuk
sementara waktu. Di dalam rumen makanan
bercampur dengan saliva. Setelah
beberapa saat ditampung, makanan dikembalikan ke mulut untuk dikunyah kembali,
proses ini disebut regurgitasi.
Pengunyahan kembali makanan yang berasal dari rumen biasa dilakukan
ternak pada saat istirahat dan sering kali dilakukan pada kondisi berbaring
(Kartadisastra, 1997). Kemudian makanan
ditelan kembali, dicerna oleh mikroba rumen membentuk digesta halus dan masuk
ke dalam saluran pencernaan selanjutnya untuk mengalami pencernaan hidrolitik
(Fradson, 1993).
Proses pencernaan fermentatif di
dalam rumen terjadi sangat intensif. Di dalam rumen terkandung berjuta-juta
mikroorganisme bersel tunggal (bakteri dan protozoa) yang menggunakan campuran
makanan dan air sebagai media hidupnya. Bakteri
tersebut memproduksi enzim pencerna serat kasar dan protein, serta mensintesis vitamin
B yang digunakan untuk berkembang biak dan membentuk sel-sel baru. Sel-sel inilah yang akhirnya dicerna sebagai
protein hewani yang dikenal dengan sebutan protein mikroba (Kartadisastra,
1997).
Menurut Blakely dan Bade (1994), saat mikroorganisme bekerja terhadap pakan
di dalam saluran pencernaan, maka akan dihasilkan produk sampingan berupaasam
lemak terbang atau volatile vatty acid
(VFA). VFA diserap melalui dinding rumen
melalui penonjolan-penonjolan yang menyerupai jari yang disebut vili, serta
menghasilkan energi. Sutardi (1980)
menyatakan bahwa energi yang terbuang dalam bentuk gas metan (CH4) dan panas fermentasi, kemudian protein
bernilai hayati tinggi mengalami degradasi menjadi NH3.
Sebagian besar proses pencernaan diselesaikan di abomasums yang disebut
juga sebagai lambung sejati, karena kemiripannya dengan fungsi perut tunggal
pada ternak non ruminansia. Unsure-unsur
penyusun berbagai nutrient (asam amino, gula, asam lemak, dan sebagainya)
dihasilkan disini melalui proses kerja cairan lambung terhadap bakteri dan
protozoa yang diserap melalui dinding usus.
Bahan-bahan yang tidak tercerna bergerak ke seccum dan usus besar
kemudian disekresikan sebagai feses melalui anus (Blakely dan Bade, 1994).
B. Zeolit Beramonium
Zeolit adalah kristal aluminosilikat
terhidrasi dari kation-kation alkali dan alkali tanah. Zeolit pertama kali ditemukan pada 1756 oleh
Cronstedt, seorang ahli mineralogi Swedia. Zeolit berasal dari dua kata Yunani yaitu zein
berarti mendidih dan lithos yang artinya mengembang jika dipanaskan. Lebih lanjut dinyatakan zeolit merupakan
aluminosilikat polihidrat dari alkalin dengan struktur kerangka dimensi dan
pori-pori. Struktur ini menunjukkan
zeolit mampu menyerap dan melepas air secara reversible dan menukar kation yang ada di dalamnya, tanpa perubahan
yang berarti pada strukturnya (Mumpton dan Fishman, 1997). Zeolit terbentuk dari reaksi antara batuan tufa asam berbutirat halus dan bersifat
riolistis dengan air pori atau air
meteorik.
Struktur zeolit tersusun dari
kerangka tetrahedra A10 dan Si0 yang sangat banyak
serta terdapat saluran atau ruang. Berat jenisnya berkisar 2,0 - 2,4 (Hurlburt
and Klein, 1977). Dalam struktur zeolit
sebagian Si digantikan oleh A1. Untuk setiap Si yang digantikan oleh A1 dalam
kisi kristal akan terbentuk muatan negatif. Muatan negatif ini akan dinetralkan terutama
oleh kation monovalen dan divalen dari golongan alkali dan alkali tanah (Askar dan
Marlina, 1997).
Di alam, zeolit terdapat dalam
deposit-deposit sebagai hasil reaksi abu vulkanis atau bahan-bahan
aluminosilikat lain. Dengan waktu yang
cukup dan lingkungan kimia yang cocok, hampir semua rektan yang kaya silikon dapat berubah menjadi zeolit. Sampai saat ini dikenal sekitar 50 jenis
zeolit alam. Lima jenis diantaranya
banyak digunakan dalam pertanian yaitu klipnotilolit, kabazit, fillipsit, erionit,
dan mordenit (Hawkins, 1984). Karena
terbentuk secara bertahap, batuan zeolit biasanya mengandung 50 - 95% zeolit
murni, sisanya berupa bahan-bahan vulkanis yang bersifat lembab. Batuan zeolit berkualitas tinggi idealnya mengandung
90 - 95% zeolit murni. Akan tetapi
kemurnian seperti ini jarang ditemukan (Mumpton, 1988).
Sehubungan dengan komposisi kimia dan
struktur fisiknya, zeolit mempunyai sifat-sifat yang unik antara lain dapat
mempertukarkan kation, menyerap molekul secara selektif, dan mengalami hidrasi
atau dehidrasi tanpa menimbulkan perubahan yang nyata pada strukturnya (Mumpton
and Fishman, 1997). Aplikasi zeolit
dalam bidang pertanian terutama melibatkan sifat menukar kation dan menyerap
molekul (Shepherd, 1984). Kation-kation
logam yang digunakan untuk menetralkan kekurangan muatan positif akibat
penggantian sebagian Si dengan Al, terikat secara longgar pada kerangka tektosilikat zeolit. Keadaan ini membuatnya mudah dipertukarkan
dengan kation-kation lain (Mumpton, 1988).
Kerangka tektosilikat zeolit tersusun
dalam struktur tiga dimensi sehingga menghasilkan pori-pori dan rongga-rongga
kosong yang tersebar di seluruh tubuh kristal.
Diameter pori-pori zeolit alam umumnya berkisar antara 3 - 10 amstrong. Sedangkan volume rongga-rongga kosong dapat
mecapai 30 - 50% dari volume total zeolit (Mumpton and Fishman, 1997). Rongga-rongga kosong ini biasanya diisi oleh
molekul air yang membentuk bidang hidrasi sekitar kation-kation mobil. Bila dehidrasi, zeolit akan membentuk struktur
yang microporous dengan luas permukaan internal dapat mencapai beberapa ratus
ribu m/kg zeolit. Sifat
inilah yang membuat zeolit dapat menyerap molekul gas atau cairan secara
selektif (Mumpton, 1988). Unit dasar
pembentukan zeolit adalah SiO dan AlO yang memilki kemampuan
absorbs yang besar dengan rumus molekul NaKAlSiO24HO. Kandungan mineral
dari zeolit adalah SiO (55,53%), AlO (20,48%), FeO (2,36%), TiO (0,67%), CaO (1,04%),
MgO (0,60%), KO (4,03%), NaO (1,01%), MnO (0,11%), dan loss on ignition (14,17%) (BPS, 2004).
Di dalam rumen, zeolit beramonium
diharapkan dapat berperan sebagai pemasok amonia, yaitu dengan melepaskan NH melalui proses
pertukaran dengan kation-kation yang masuk dari saliva, terutama Na dan K. Proses pelepasan NH dari zeolit
diperkirakan terjadi secara berkelanjutan dan perlahan-lahan, karena pasokan
kation-kation secara bertahap. Peristiwa
pelepasan amonia secara bertahap diharapkan dapat memungkinkan pengendalian
konsentrasi amonia dalam rumen, sehingga dapat berada dalam kisaran konsentrasi
yang cukup dan tidak terlalu fluktuatif dan dapat meningkatkan pertumbuhan dan
produksi ternak.
Penambahan
zeolit ke dalam ransum ternak menyebabkan kelebihan ion NH4+
yang terdapat dalam ransum diikat oleh zeolit sehingga dapat dimanfaatkan oleh
bakteri untuk keperluan sintesa protein sesuai dengan kebutuhan, dengan
demikian zeolit berfungsi sebagai buffer ion NH4+
. dengan adanya mekanisme tersebut pemanfaatan protein oleh ternak lebih
efisien yang akhirnya dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi ternak
(Arifin dan Komarudin, 1999).
Hasil
penelitian Mumpton dan Fishman (1997) menyatakan bahwa penambahan zeolit ke
dalam ransum akan memperlambat laju pencernaan dan saluran pencernaan sehingga kandungan Si yang ada
dalam mineral zeolit akan mengikat Ca dalam saluran pencernaan dan akan
terserap lebih efisien.
Zeolit
mempunyai kandungan mineral Si yang tinggi.
Unsur Si yang besar ini karena mineral zeolit termasuk tektosilikat yang
tersusun atas rangkaian SiO4-4 tetahedral tiga dimensi
dimana keempat ion oksigen disetiap sudut tetrahidronnya berkaitan dengan
tetrahedral lain di sekelilingnya. Model
ini menyebabkan berkurangnya nisbah oksigen dan silicon (Si) menjadi 2:1
(Mumpton dan Fishman, 1997).
Sifat
fisik dan kimia dari beberapa zeolit alam memberikan kemungkinan untuk
memperluas penggunaannya dalam limbah peternakan, yaitu untuk mengurangi polusi
bau dan mengotori kandungan air dan amoniak dalam kotoran ternak, mengurangi
penyakit usus pada anak babi dan ruminansia, dan meningkatkan efisiensi
penggunaan nitrogen ransum dalam makanan ternak (Mumpton dan Fishman, 1997).
C. Mineral Organik
Mineral adalah
bahan kimia anorganik yang berperan aktif dalam reaksi-reaksi yang melibatkan
enzim, memiliki fungsi spesifik dan penting bagi kehidupan ternak (Church,
1988). Mineral digolongkan menjadi dua
yaitu mineral makro dan mineral mikro. Bioproses dalam
rumen dan pascarumen harus didukung oleh kecukupan mineral makro dan
mikro.
Mineral merupakan salah satu unsur nutrisi yang berpengaruh juga dalam
berbagai fungsi biologis dalam tubuh, seperti pembentukan tulang dan gigi,
pembentukan haemoglobin, menjaga keseimbangan asam basa, mempertahankan tekanan
osmosis, mengatur transpor zat makanan ke sel-sel, mengatur permeabilitas sel
dan mengatur metabolisme zat makanan (Sutardi, 1980). Sebagai unsur nutrisi, mineral dibutuhkan
dalam jumlah yang relatif sedikit, tetapi sangat esensial, karena tubuh ternak
tidak dapat mensintesisnya sendiri.
Jumlah mineral yang dibutuhkan ternak bervariasi tergantung pada jenis,
kelas, dan tipe ternak (Kartadisastra, 1997).
Mineral-mineral ini berperan dalam optimalisasi bioproses dalam rumen dan
metabolisme zat-zat makanan. Mineral
mikro dan makro di dalam alat pencernaan ternak dapat saling berinteraksi
positif atau negatif dan faktor lainnya seperti asam fitat, serat kasar, dan
zat-zat lainnya dapat menurunkan ketersediaan (availability)
mineral. Pemberian mineral dalam bentuk
organik dapat meningkatkan ketersediaan mineral sehingga dapat lebih tinggi
diserap dalam tubuh ternak (Muhtarudin et
al., 2002).
Mineral dalam bentuk chelates dapat lebih tersedia diserap dalam
proses pencernaan. Agensia Chelating dapat berupa karbohidrat, lipid,
asam amino, fosfat, dan vitamin. Dalam proses pencernaan, chelates dalam ransom memfasilitasi
menembus dinding sel usus. Secara
teoritis, chelates meningkatkan penyerapan mineral.
Mineral-mineral ini merupakan mineral pembentuk mineral organik yang
berperan dalam optimalisasi bioproses dalam rumen dan metabolisme zat-zat
makanan.
Pembuatan
mineral organik dapat dilakukan dengan cara biologis dan kimiawi. Penggunaan suplementasi mineral organik Ca,
Mg (mineral makro) dan Zn,Cu,Cr, Se (mineral mikro) diharapkan dapat
meningkatkan penyerapan bioproses rumen, pascarumen dan metabolisme zat makanan
dalam upaya meningkatkan produksi ternak ruminansia.
Mineral Makro (Ca dan Mg)
1. Mineral Ca
Mineral kalsium termasuk mineral makro yang harus tersedia dalam tubuh
dalam jumlah yang relatif banyak. Kebutuhan
kalsium sapi yang tidak sedang laktasi sebesar 58 g/hari. Kalsium merupakan unsur utama dalam
pembentukan tulang. Menurut Parakkasi
(1995), sekitar 99% kalsium terdapat dalam jaringan tulang dan gigi. Kalsium essensial untuk pembentukan tulang,
pembekuan darah, dibutuhkan bersama Natrium dan Kalium untuk denyut jantung
yang normal dan berhubungan erat dengan pemeliharaan keseimbangan asam basa. Menurut Anggorodi (1979), sumber utama kalsium
adalah susu, leguminosa, tepung tulang, kalsium pospat dan kulit kerang. Oleh karena itu, suplementasi Ca dibutuhkan
dalam pakan yang rendah leguminosa dan tinggi jumlah konsentratnya.
2. Mineral Mg
Magnesium tergolong mineral makro. Maknesium terlibat dalam metabolism
karbohidrat dan lemak yakni sebagai katalisator enzim. Selain itu magnesium
juga dibutuhkan dalam oksidasi dalam sel dan mempengaruhi activator neuromuscular (Parakkasi,1998). Mineral
ini diperlukan dalam oksidasi fosforilasi untuk pembentukan ATP dan merupakan
activator untuk semua reaksi enzim yang membutuhkan tiaminpiropospat (TPP),
yaitu, oksidasi piruvat, perubahan alfa-ketoglutarat menjadi suksinil Co-A, dan
reaksi transketolase (Tillman et al.,
1991). Sumber utama Magnesium adalah
hijauan dan biji-bijian. Kekurangan Mg
pada ternak ruminant dapat menyebabkan gangguan nafsu makan, populasi mikroba
rumen, dan pencernaan pada rumen (Parakkasi, 1998).
Mineral Mikro (Zn, Cu, Cr,
Se)
1. Mineral Zn
Mineral Zn memiliki tingkat absorpsi yang rendah. Reaksi antara Zn dengan
lisin akan terbentuk mineral organic yang memiliki absorpsitabilitas yang
tinggi dan lolos degradasi rumen sehingga langsung terdeposisi ke dalam organ yang
membutuhkan. Mineral Zn sangat berperan
dalam sintesa protein oleh mikroba dengan cara mengaktifkan enzim-enzim mikroba
(Arora, 1995). Selain itu mineral Zn
juga berfungsi sebagai activator dan komponen dari beberapa dehidrogenase,
peptidase dan fosfatase yang berperan dalam metabolisme asam nukleat, sintesis
proteindan metabolisme karbohidrat (Parakkasi, 1998). Defisiensi mineral ini sangat merugikan bagi
ternak ruminan karena dapat mengakibatkan penurunan fungsi rumen sehingga
produksi VFA akan menurun yang pada akhirnya akan dapat menurunkan pertumbuhan
ternak tersebut (Tillman et al.,
1991).
2. Mineral Cu
Bahan kering ransum sapi dianjurkan berkadar Cu 10 mg/kg ransum (NRC, 1988).
Jumlah Cu yang terdapat dalam tubuh dan
pakan biasa tidak dapat mencukupi kebutuhan Cu ternak. Analisis mineral tanah, pakan, darah dan organ
tubuh ternak sapi yang dipotong di Jawa Tengah pada tahun 1983 memperlihatkan
status Cu yang berkisar dari defisien sampai marjinal (Sutardi, 1980).
Mineral Cu berfungsi sebagai katalisator enzim metallo-protein (Tillman et al., 1991) karena Cu merupakan salah
satu unsur enzim tersebut. Penambahan
mineral Co bersama dengan Cu dapat meningkatkan kecernaan serat kasar pada
ternak ruminansia (Arora, 1995). Defisiensi
Cu akan mengakibatkan ternak mengalami anemia karena seruplasmin dalam tubuh
akan rendah sebagai imbas dari rendahnya mineral Cu (Tillman et al., 1991).
Kemampuan ternak ruminansia dalam menyerap mineral Cu sangat rendah. Hanya sekitar 1--3% Cu dari ransum yang dapat
diserap oleh tubuh ternak dan diatur oleh metallotionin yang sekaligus tempat
berlangsungnya interaksi antara Cu dan Zn dalam usus. Jumlah Zn yang tinggi dapat menyebabkan daya
absorpsi Cu rendah karena adanya sifat antagonis Cu terhadap Zn (Sutardi, 1980).
3. Mineral Cr
Mineral Cr termasuk mineral mikro yang harus tersedia dalam tubuh dalam
jumlah yang sedikit. Kromium berperan dalam sintesis lemak, metabolisme protein
dan asam nukleat (McDonald et al,
1995). Selanjutnya McDonald et al (1995) menyatakan bahwa defisiensi mineral Cr
dapat mengakibatkan penurunan kolesterol darah dan peningkatan HDL (High Density Lipoprotein) dalam plasma
darah. Selain itu mineral Cr esensial
untuk kerja optimum hormon insulin dan jaringan mamalia serta terlibat dalam kegiatan
lipase. Mineral Cr erat kaitannya dalam
produksi susu. Susu mengandung karbohidrat (laktosa) yang membutuhkan precursor, yaitu propionat hasil
fermentasi rumen. Propionat tersebut masuk kedalam sel susu dalam bentuk
glukosa dan Cr dapat meningkatkan pemasukan glukosa kedalam sel alveolus untuk
pembentukan laktosa susu.
4. Mineral Se
Ransum sapi perah dianjurkan agar mengandung Se 0,3 mg/ton bahan kering
ransum (NRC, 1988). Selenium dalam jumlah yang normal dapat menstimulir sintesa
protein mikroba namun sebaliknya, jika berlebih akan menghambat sintesa protein
mikroba (Arora, 1995). Mineral ini mungkin juga diperlukan dalam mekanisme
penyerapan lipid di saluran pencernaan atau pengangkutan lemak melalui dinding
usus (Parakkasi, 1998). Kombinasi mineral Se dengan vitamin E berperan dalam
sistem imun dan dapat mencegah keracunan logam berat (McDonald et al, 1995).
Defisiensi Se pada unggas dapat menyebabkan diatesis eksudatif (udema yang
parah) sedangkan pada domba defisiensi mineral Se akan menyebabkan penyakit
daging putih (white muscle desease)
serta kemandulan pada sapi betina (Sutardi, 1980). Defisiensi Se dapat dicegah
dengan suplementasi vitamin E (McDonald et
al, 1995). Konsumsi Se dalam jumlah yang berlebih (3--4 ppm) dalam ransum
akan menyebabkan gangguan reproduksi pada sapi, babi, domba dan ayam (Tillman et al., 1991).
D. NH3 (Kadar Amonia)
NH3 dalam rumen merupakan petunjuk antara
proses degradasi dan sintesis protein oleh mikroba rumen. Protein pakan dalam rumen akan dirombak oleh
mikroba rumen menjadi amonia, karbondioksida, dan VFA. Menurut Sutardi (1980)
protein ransum akan dihidrolisis oleh enzim proteolitik yang dihasilkan oleh
mikroba rumen menjadi oligopeptida dan kemudian menjadi asam keto alfa dan NH3.
Jika pakan defisien akan protein atau proteinnya tahan degradasi maka
konsentrasi amonia dalam rumen akan rendah dan pertumbuhan mikroba rumen akan
lambat yang menyebabkan turunnya kecernaan pakan (McDonald et al., 1988). Kadar NH3 yang dibutuhkan untuk menunjang
pertumbuhan mikroba rumen yang maksimal adalah 8 – 12 mM (Sutardi, 1997).
Amonia
merupakan sumber nitrogen (N) utama untuk sintesis protein mikroba dan
merupakan penyumbang protein terbesar bagi ternak ruminansia, oleh karena itu
konsentrasinya dalam rumen perlu diperhatikan.
Sebanyak 82% mikroba memanfaatkan NH3 sebagai sumber nitrogen untuk membentuk
protein mikrobial (Arora, 1995).
Schaefer et al., (1980)
menyatakan bahwa mayoritas bakteri rumen dapat menggunakan amonia sebagai
sumber nitrogennya dan bakteri rumen adalah pengguna amonia yang paling
efisien. Sekitar 82% spesies mikroba
rumen mampu menggunakan amonia sebagai sumber nitrogen untuk sintesis protein.
Menurut Tillman
et al., (1991), nilai protein
mikroorganisme dipengaruhi oleh pH rumen. Suasana asam akan menurunkan
aktifitas protozoa dan menaikkan aktifitas beberapan mikroba. Namun, pengaruh ini sebagian dapat dicegah
dengan melintasi atau menghindari (bypass)
fermentasi protein yang biasanya terjadi pada pH cairan rumen yang
rendah. Fermentasi protein makanan yang
rendah kualitasnya dalam rumen dapat menaikkan kualitas protein, karena nilai
biologis protein mikroorganisme adalah tinggi.
Perombakan beberapa protein adalah cepat, sehingga menghasilkan kadar
amonia rumen yang tinggi, sebagian diserap dan disekresikan sebagai urea. Protein mikroba tersebut bersama dengan
protein pakan yang lolos degradasi mengalami kecernaan di dalam usus oleh
enzim-enzim protease dengan hasil akhir asam amino (Sutardi, 1977).
Gambar 1. Proses degradasi protein dalam rumen
(Sutardi, 1977)
E. VFA (Volatile Fatty Acid)
VFA (Volatile Fatty Acid) adalah asam lemak yang mudah
menguap dan berubah menjadi sumber energi dan CO2 + CH4¯. VFA
merupakan hasil akhir dari pencernaan karbohidrat dalam rumen (Parakkasi,
1998). Karbohidrat yang masuk ke dalam
rumen ternak akan mengalami proses degradasi oleh mikroba rumen menjadi
sakarida yang sederhana dan kemudian sakarida tersebut diubah menjadi piruvat
melalui lintasan glikolitik Embden – meyerhof (Russen dan Hesfel, 1981). Piruvat selanjutnya akan diubah oleh
mikroorganisme intraseluler menjadi asam lemak terbang (VFA) yang terdiri dari
asam asetat, propionat, butirat, isobutirat, isofalerat dan 2-metil butirat
(Sutardi, 1997).
VFA rumen
merupakan sumber energi utama dan karbon untuk pertumbuhan ternak dan mempertahankan
mikroorganisme rumen. Sebanyak 70 – 80% kebutuhan
energi ternak ruminansia dipenuhi oleh produksi VFA rumen. Energi yang didapat akan digunakan oleh
ternak untuk hidup pokok dan produksi.
Jumlah produksi VFA yang baik untuk memenuhi sintesis mikroba rumen
yaitu sekitar 80 – 160 mM (Sutardi et
al., 1983).
Produk
fermentasi (VFA) di dalam rumen diserap melalui epitel rumen lalu masuk ke
dalam aliran darah dan menjadi sumber energi utama bagi ternak ruminansia.
Sebagian mikroba yang tumbuh dalam rumen bersama digesta akan bergerak (passage) ke abomasum untuk selanjutnya
mengalami pencernaan enzimatis dan penyerapan.
Termasuk dalam komponen asam lemak terbang rumen adalah asam asetat, asam
propionat, asam butirat, asam valerat dan asam-asam lemak rantai cabang yaitu
isobutirat, 2-metil butirat, dan isovalerat.
Asam-asam lemak
rantai cabang berasal dari katabolisme protein.
Adanya pergerakan dan kontraksi dinding rumen sangat berperan untuk
mendukung proses metabolisme diatas.
Pergerakan dan kontraksi tersebut membantu proses pengadukan digesta dan
inokulasi partikel pakan dan pergerakan digesta ke abomasum (Erwanto, 1995)
Konsentrasi VFA
dalam cairan rumen sangat dipengaruhi oleh kecernaan, jenis dan kualitas ransum
yang difermentasi oleh mikroba rumen (Tillman et al., 1991). Jumlah NH3 yang optimal dalam cairan rumen juga akan
meningkatkan jumlah VFA rumen. Hal
tersebut dikarenakan NH3
digunakan oleh mikroba sebagai zat untuk pertumbuhan. Hal ini sesuai yang disampaikan Aurora
(1995), bahwa amonia dapat digunakan untuk membangun sel mikroba.
III. BAHAN DAN METODE
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan
pada November - Desember 2010, bertempat di kandang Jurusan Peternakan,
Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.
Analisis NH3 dan VFA dilakukan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak, Jurusan
Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.
B. Bahan dan alat Peneormallitian
1. Bahan Penelitian
Bahan-bahan
yang digunakan pada penelitian ini adalah 9 ekor sapi peranakan
ongole jantan dengan bobot 240,
257, 210, 243, 280, 240, 190, 210, dan 210 kg (± 26,63). Ransum yang
digunakan terdiri atas silase daun singkong, onggok, bungkil kelapa, dedak padi,
pod cokelat, zeolit beramonium, premix, dan mineral organik. Bahan analisis yang digunakan yaitu larutan NH2CO3 jenuh,
larutan TBFS (trypan blue formal
saline), asam borat 2%, H2SO4 0,0143
N, H2SO4 15%, NaOH 0,5 N, HCl 0,5 N dan aquades.
2. Alat Penelitian
Alat
yang digunakan dalam penelitian ini adalah satu unit
kandang dengan sistem koloni berkapasitas 9 ekor sapi. Ukuran perunit kandang 150 x 90 cm,
tempat ransum, tempat minum, timbangan ternak, timbangan duduk, timbangan digital, timbangan gantung, kandang jepit, selang penghisap
cairan rumen, cawan conway, tabung tempat rumen, buret untuk titrasi, alat
destilasi, labu erlenmeyer, gelas ukur, pipet, dan plastik.
C. Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL)
dengan 3 perlakuan dan 3 kali ulangan, data yang diperoleh diolah dengan
analisis ragam pada taraf nyata 5% dan atau 1% kemudian dilanjutkan dengan uji kontras
ortogonal. Pelaksanaan penelitian dilakukan 30 hari masa adaptasi,
2 hari pengambilan data. Perlakuan
yang diberikan adalah
R1 : Ransum basal
R2 : Ransum basal + 3% zeolit beramonium
R3 : Ransum basal + 3% zeolit beramonium + 1% mineral organik
Ransum basal untuk 100 kg ransum terdiri dari: bungkil kelapa 21 kg, dedak
13 kg, onggok 44 kg, pod cokelat 21 kg, dan premix 1 kg. Tata letak ternak dapat dilihat pada gambar
dibawah :
Gambar 2. Tata
letak ternak penelitian
Sapi 10
R2U3
|
|
Sapi 8
R1U3
|
Sapi 7
R1U2
|
Sapi 6
R3U3
|
Sapi 4
R2U2
|
Sapi 3
R3U1
|
Sapi 2
R1U1
|
Sapi 1
R2U1
|
Sapi 5
R3U2
|
D. Peubah yang Diukur
Kadar NH3 dan VFA Rumen
Kadar NH3 merupakan salah satu hasil akhir
fermentasi protein pakan oleh mikroba rumen, sedangkan Volatile Fatty Acid (VFA) merupakan hasil fermentasi karbohidrat
oleh mikroba rumen yang terdiri dari asam asetat, n-butirat, format dan laktat
(Parakkasi,1998).
Perhitungan kadar NH3 dengan rumus, sebagai berikut :
Kadar NH3 = (ml titrasi x N H2SO4 x 1000) mM
Perhitungan kadar VFA dengan
rumus, sebagai berikut :Kadar VFA = ((ml blanko – titrasi) x N HCl) x (1000/5)) mM
Sumber : Muhtarudin et al., 2002
E. Pelaksanaan Penelitian
1. Persiapan Bahan Ransum
|
|
Pembuatan Mineral Organik
Pembuatan Mineral-makro Organik (Ca, Mg organik)
a. Prosedur Pembuatan Mg
|
b. Prosedur Pembuatan Ca
|
Pembuatan Mineral-mikro Organik (Zn, Cu, Cr, dan Se organik)
a. Prosedur Pembuatan Zn - lisinat
|
b. Prosedur Pembuatan Cu - lisinat
|
c. Prosedur Pembuatan Cr - lisinat
|
d. Prosedur Pembuatan Se - lisinat
|
2.
Prosedur Sedot Cairan Rumen
Sampel
yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel cairan rumen yang diperoleh
selama 30 hari masa pengamatan dan 2 hari pengambilan data dan sampel. Sampel rumen yang dambil sebanyak 10 ml. Pengambilan cairan rumen dengan cara menyedot
isi rumen sapi dengan menggunakan selang penyedot. Sampel tersebut kemudian dianalisis kadar NH3
dan VFA rumen yang dilakukan di Laboratorium Nutrisi dan
Makanan Ternak, Jurusan
Peternakan, Universitas Lampung.
3.
Prosedur Analisis NH3 dan
VFA Rumen
a. Analisis NH3 RumenAnalisis NH3 rumen dilakukan dengan cara, sebagai berikut :
|
||||
|
Sumber :
Muhtarudin el al., 2002
b. Analisis VFA Rumen
Analisis VFA rumen dilakukan dengan cara, sebagai berikut :
|
||||
|
||||
|
Sumber ;
Muhtarudin el al,. 2002.
IV. HASIL PENGAMATAN
DAN PEMBAHASAN
A. Kadar Amonia (NH3) Rumen
Ketersedian
amonia (NH3) dalam
ransum sangat menentukan kadar (NH3) dalam rumen, karena NH3 cairan rumen merupakan satu-satunya sumber NH3 dalam rumen.
Pengaruh ransum perlakuan terhadap NH3 dapat dilihat pada Tabel 1.
Table
1. Pengaruh ransum perlakuan terhadap NH3 rumen
Perlakuan rata-rata
kadar NH3 rumen
---- mM ---
R1 8,055 ± 0,79
R2 9,152 ± 0,23
R3 11,106 ± 1,37
Keterangan : R1 = Ransum basal
R2 = Ransum basal ditambah zeolit beramonium
R3 = Ransum basal ditambah zeolit beramonium dan mineral organik
Berdasarkan analisis
ragam (Tabel 6) menunjukkan bahwa ransum perlakuan berbeda nyata (P<0,05)
terhadap kadar amonia (NH3)
cairan rumen pada sapi PO.
Hasil analisis ragam dan
uji kontras ortoghonal (Tabel 6) menunjukkan bahwa ransum yang ditambah zeolit
beramonium (R1 vs R2) tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap kadar amonia (NH3)
cairan rumen. Hal tersebut menunjukkan
bahwa pemberian zeolit beramonium dalam
ransum belum mampu meningkatkan konsentrasi kadar amonia cairan rumen pada sapi PO.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
pemberian zeolit beramonium sampai taraf 3% atau 3 kg dari 100 kg konsentrat tidak
mempengaruhi kadar amonia cairan rumen. Namun demikian masuknya
zeolit beramonium dalam konsentrat mempengaruhi konsumsi ransum pada ternak
sapi PO. Pemberian ransum dapat dilihat
pada Tabel 10 lampiran.
Zeolit
beramonium dapat menurunkan konsentrasi amonia rumen sampai 3 jam pertama
setelah makan, setelah itu konsentrasi amonia meningkat lagi dan zeolit
beramonium juga dapat meningkatkan dan mempertahankan pH, dimana nilai pH rumen
sangat menentukan bagi kehidupan bakteri selulotik yang mencerna serat makanan.
Hasil
penelitian Kondo, et al., (1969) yang
disitir oleh Mumpton (1984) menunjukkan bahwa penambahan 5 % zeolit dalam
makanan konsentrat menaikkan 20 % laju pertambahan berat tubuh dan memperbaiki
keefesienan penggunaan pakan. Mumpton
dan Fishman (1997) menambahkan bahwa ayam Leghorn yang diberi ransum yang
ditambahkan zeolit sebanyak 10%, membutuhkan ransum dan air minum lebih
sedikit, namun pertumbuhannya lebih baik.
Hasil analisis ragam dan
uji kontras orthogonal (Tabel 6 ),
menunjukkan bahwa penambahan zeolit beramonium dan mineral organik (R1
vs R3) dalam ransum berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar amonia
(NH3) rumen pada sapi PO. Hal tersebut
menunjukkan bahwa pemberian zeolit beramonium dan mineral organik dalam ransum mampu meningkatkan kadar amonia cairan rumen pada sapi PO, dimana perpaduan
antara zeolit beramonium dan mineral organik mempunyai peran yang baik terhadap
bioproses rumen. Pemberian zeolit
beramonium dan mineral organik mampu meningkatkan jumlah NH3
dalam
cairan rumen sehingga mampu meningkatkan efisiensi ransum sebagaimana yang
diharapkan. Hal ini disebabkan zeolit
beramonium mampu memberikan tambahan NPN (Non
Protein Nitrogen) untuk sintesis mikroba rumen.
Penambahan mineral
organik mempunyai peran yang baik terhadap bioproses rumen. Mineral organik merupakan mineral essensial
yang berkaitan antara asam amino, protein, asam lemak, dan polisakarida
(Sutardi, 2003). Keunggulan dari mineral
organik adalah sifatnya yang mudah diserap oleh tubuh, mudah larut, dapat
langsung masuk ke dalam sel organ sasaran, serta dapat lebih efisien di dalam
penggunaannya selain itu mineral organik juga membantu pertumbuhan bakteri
rumen untuk memperbaiki kecepatan pertumbuhan dan produksi susu (Gill et al., 1973). Jadi semakin banyaknya mikroba rumen yang tumbuh
akan mempercepat penyerapan amonia untuk mensintesis protein mikroba. Oleh karena itu, mineral organik berpengaruh dalam
konsentrasi NH3 dalam rumen.
Hasil
analisis ragam dan uji kontras orthogonal (Tabel
6) menunjukkan bahwa ransum yang ditambah zeolit beramonium dan mineral organik
(R2 vs R3) berbeda nyata (P<0,05)
terhadap kadar amonia (NH3) cairan rumen. Berdasarkan keterangan diatas bahwa penambahan
mineral organik mempunyai peran yang baik terhadap bioproses rumen. Mineral organik merupakan mineral essensial
yang berkaitan antara asam amino, protein, asam lemak, dan polisakarida
(Sutardi, 2003).
Berdasarkan
nilai rata-rata (Tabel 1), memperlihatkan bahwa kadar amonia (NH3) tertinggi terdapat
pada perlakuan R3 dibandingkan dengan R1
dan R2. Konsentrasi NH3 mencerminkan
jumlah protein ransum yang seimbang di dalam rumen dan nilainya sangat
dipengaruhi oleh kemampuan mikroba rumen dalam mendegradasi protein ransum
(Prihandono, 2001). Satter dan slyter
(1974) menyatakan bahwa pertumbuhan mikroba rumen mulai terganggu bila kadar NH3 dalam
rumen kurang dari 8 mM. Kadar NH3 cairan
rumen yang mendukung pertumbuhan mikroorganisme rumen adalah 8 – 12 mM
(Sutardi, 1997).
B. Poduksi Volatile Vatty Acid (VFA) Rumen
Volatile
Vatty Acid (VFA) yang dihasilkan dari proses fermentasi
merupakan sumber energi bagi ternak ruminansia.
Proses hidrolisis polisakarida menjadi monosakarida terutama glukosa
membentuk VFA dengan bantuan enzim yang dihasilkan mikroba rumen (Sutardi, 1997). Energi yang dihasilkan digunakan untuk
pertumbuhan ternak inang dan mempertahankan kehidupan mikroorganisme itu
sendiri. Pengaruh ransum perlakuan
terhadap produksi VFA rumen dapat dilihat pada Tabel 2.
Table 2.
Pengaruh ransum perlakuan terhadap produksi
VFA rumen
Perlakuan rata-rata
kadar VFA rumen
---- mM ---
R1 86,666
± 4,71
R2 123,333 ± 16,99
R3 163,333 ± 24,94
Keterangan : R1 = Ransum basal
R2 = Ransum basal ditambah zeolit beramonium
R3 = Ransum basal ditambah zeolit beramonium dan mineral organik
Berdasarkan hasil analisis ragam dan uji kontras orthogonal (Tabel
9) menunjukkan bahwa ransum perlakuan berbeda nyata (P<0,05) terhadap produksi VFA cairan rumen pada
sapi PO. Hasil analisis ragam dan uji
kontras orthogonal (Tabel 9), juga menunjukkan bahwa penambahan zeolit
beramonium (R1 vs R2) tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap produksi cairan
rumen. Hal tersebut menunjukkan bahwa
pemberian zeolit beramonium dalam ransum
belum mampu meningkatkan konsentrasi kadar amonia cairan rumen pada sapi PO
yang berpengaruh pada proses produksi VFA rumen.
Hasil analisis
ragam dan uji kontras orthogonal (Tabel 9) bahwa ransum yang ditambah zeolit
beramonium dan mineral organik (R1 vs R3) berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap produksi
VFA cairan rumen. Hal ini karena
perpaduan antara zeolit beramonium dan mineral organik mempunyai peran yang
baik terhadap bioproses rumen. Zeolit
beramonium mampu memberikan tambahan NPN (Non
Protein Nitrogen) untuk sintesis mikroba rumen (Clark dan Davis, 1980)
sedangkan mineral organik merupakan mineral essensial yang berkaitan antara
asam amino, protein, asam lemak, dan polisakarida (Sutardi, 2003). Pendapat ini didukung oleh Tkchev and Usting
(1985) yang menemukan bahwa total asiditas dan aktivitas peptic lambung,
aktivitas proteolitik dan amilolitik doudenim serta penyerapan P dan Ca dalam
usus kambing meningkat dengan pemberian zeolit.
Dengan
kehadiran zeolit di dalam saluran pencernaan maka penyerapan bahan-bahan toksik
ini dapat dicegah atau dikurangi karena diikat oleh molekul zeolit atau bahkan sel-sel mikroorganisme itu sendiri
diserap oleh molekul zeolit (Wu and Kao, 1984). Wu and Kao (1984) telah mengamati
bahwa zeolit dapat menyerap sel-sel mikrooganisme yang terdapat di dalam suatu
cairan.
Sedangkan hasil analisis
ragam dan uji kontras orthogonal (Tabel
9) menunjukkan bahwa ransum yang ditambah zeolit beramonium dan mineral organik
(R2 vs R3) berbeda nyata (P<0,05)
terhadap produksi VFA cairan
rumen. Keunggulan dari mineral organik
adalah sifatnya yang mudah diserap oleh tubuh, mudah larut, dapat langsung
masuk ke dalam sel organ sasaran, dapat lebih efisien di dalam penggunaannya
serta membantu pertumbuhan bakteri rumen untuk memperbaiki kecepatan
pertumbuhan dan produksi susu (Gill et al.,
1973) . Oleh karena itu, mineral
organik berpengaruh dalam kecernaan dalam rumen.
Dari data pada Table 2,
konsentrasi VFA yang dihasilkan ransum perlakuan R1 lebih rendah dibanding
dengan perlakuan lain. Hal ini
disebabkan karena tidak adanya penambahan zeolit beramonium dan mineral organik
yang memberikan efek positif untuk pertumbuhan mikroba rumen sehingga
meningkatkan produksi VFA. Pada Tabel 2 juga menunjukkan bahwa kisaran
produksi VFA yang dihasilkan adalah 86,666 – 163,333 mM, sedangkan menurut
Sutardi et al (1983) kisaran
konsentrasi VFA yang mencukupi pertumbuhan mikroba rumen adalah 80 – 160 mM. Hal
ini menunjukkan bahwa konsentrasi VFA yang dihasilkan oleh semua ransum sudah
mencukupi konsentrasi VFA yang dibutuhkan mikroba rumen untuk pertumbuhannya.
V. KESIMPULAN DAN
SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan
hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan
1. Penggunaan zeolit beramonium di dalam ransum tidak berbeda nyata
(P<0,05) terhadap kadar amonia (NH3) rumen dan Volatile
Vatty Acid (VFA) rumen pada sapi PO .
2. Penggunaan zeolit beramonium dan mineral organik di
dalam ransum berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar amonia (NH3) rumen dan Volatile Vatty Acid (VFA) rumen pada
sapi PO .
3. Kandungan kadar amonia (NH3) rumen dan Volatile Vatty Acid (VFA) rumen tertinggi
terdapat pada ransum yang ditambahan zeolit
beramonium dan mineral organik.
B. Saran
Perlu adanya penelitian
lanjutan mengenai level penggunaan zeolit beramonium dan mineral organik, untuk
mengetahui sejauh mana pengaruh penggunaan zeolit beramonium dan mineral
organik pada ternak sapi yang disesuaikan dengan kondisi di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Anggorodi, R.
1979, Ilmu Makanan Ternak Umum. Penerbit
PT Gramedia. Jakarta.
----------------.
1985, Ilmu Makanan Ternak Umum 2. Penerbit
PT Gramedia. Jakarta.
----------------.
1994, Ilmu Makanan Ternak Umum 3. Penerbit
PT Gramedia. Jakarta.
Arifin, M dan
Komarudin. 1999. Zeolit. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral. Direktorat Jenderal
Pertambangan Umum.
Arora, S.P. 1995. Pencernaan
Mikroba pada Ruminansia. Gadjah Mada University Prees. Yogyakarta .
Askar, S. P. Dan N. Marlina. 1997.
”Komposisi kimia beberapa hijauan
pakan ternak”. Buletin Teknik
Pertanian. Vol.11:10.
Biro Pusat
Statistik. 2004. Statistika
Peternakan (on line). http://www.bps.com.
Blakely and
Bade. 1994. Ilmu
Peternakan. Gajah Mada. University
Press. Yogyakarta.
Burhanuddin, B.
M. 1990. Pengkajian Zeolit alam dan strategi pendayagunaannya Dalam industri
agro. Makanan pada Seminar Nasional
“Zeo-agroindustri” Yang diselenggarakan
pada tanggal 18 Juli 1990 di Bandung.
Clark, D. C,.
Davis. 1980. Digestive
Physiology and Nutrition Ruminant.
Vol 1 Edition. New York
Erwanto. 1995. ”Optimalisasi Sistem Fermentasi Rumen
melalui Suplementasi Sulfur, Defaunasi,
Reduktasi Emisi Metan dan Stimulasi Pertumbuhan Mikroba pada Ternak
Ruminansia”. Disertasi. Program
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Franson, R.
D. 1992.
Anatomi dan Fisiologi Ternak. Gajah Mada.
University Press. Yogyakarta.
Gill, T.D. L.F.
Kubena, R.B. Haevey. 1973. Protein
Nutrition in Ruminants. Academic Prees. London
Hawkins, M.G. 1984. Encyclopedia
of Science and Technologi. 5th Ed. Reston and Publishing Company, Inc. Prentice
Hall Company. Reston . Virginia .
Hurlburt and Klein, 1977.
“Protein and non-protein
utilization in dairy cattle”. J. Dairy Sci. 64: 1170-1181
Kartadisastra, H. R.
1997. Penyediaan dan Pengolahan Pakan Ternak Ruminansia. Kanisius.
Jakarta .
Kondo, T. Wu, Y. and K. K. Kao. 1969. “Protein or non protein utilization in Dairy
cattle”. Journal Dairy Science. 64:117
Maynard, L. A.,J.K. Loosly, H.f. Hintz, and R.G. Warner.
1979. Animal Nutrition. 7 th
edition. Mc Grew-Hill book Co. Inc. New York .
Mc
Donald, P.,R.A. Edwards, J.F.D. Greenhalgh ,
C.A. Morgan.
1995. Animal Nutrition. 5 th
Ed. Library of Congress Cataloging Publication. London.
----------------,. 1995. Animal Nutrition. 4 th Ed. Longman Group Ltd. London
Morrison,F.B. 1959. Feeds
and Feedin. The Morisson Publishing Coy. Ithaca
Muller, Z. O.1974. ”Livestock
nutrition in Indonesia ”.
Report
Prepared for Development Program, Foot, and Agricultural Organization of The
United Nation. Rome .
Mumpton, F.A. 1984. Natural Zeolites. In: W.g. Pond and F.A.
Mumpton (Edit.) Zeo Agriculture. Westview Press.
-----------------. 1988. “Pengaruh
strain dan lama penyimpanan terhadap Zeolit dalam ransum”. Artikel Ilmiah I. Universitas Lampung. Bandar Lampung
Mumpton, F.A. and P.H. Fishman .1997. “Pengaruh strain dan lama penyimpanan terhadap
Zeolit dalam ransum”. Artikel Ilmiah. Universitas Lampung. Bandar Lampung
Muhtarudin. 2002. Pengaruh Amoniasi, Hidrolisat Bulu Ayam,
Daun Singkong, dan Campuran
Lisin-Zn-Minyak Lemuru terhadapo Penggunaan Pakan pada Ruminansia.
Disertasi. Program Pascasarjana IPB. Bogor .
Muhtarudin, Erwanto, Fathul.
2002. Penuntun Praktikum Ilmu
Nutrisi Ternak Ruminansia. Jurusan Peternakan. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung
National Research Council. 1988.
Nutrient Requirement of Dairy
Cattle. 6th Ed. National Academy Scienc. Washington, D. C.
Parakkasi, A. 1983. Ilmu Gizi dan Makanan Ternak. Penerbit Angkasa. Bandung.
---------------. 1987.
”Ilmu Nutrisi Ruminansia Pedaging”.
Diktat. IPB. Bogor.
---------------. 1995. ”Ilmu Gizi Ruminansia”. Diktat.
IPB Prees. Bogor.
---------------. 1998. Ilmu
Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Prihandono, R. 2001. Pengaruh Suplementasi Probiotik
Bioplus, Lisinat Zn dan Minyak Lemuru (Sardinella longiceps) Terhadap Tingkat
Penggunaan Pakan dan Produksi Fermentasi Rumen Domba. Skripsi. Fakultas
Peternakan. Institut Pertanian Bogor , Bogor .
Russen
dan Hesfel, 1981. Animal Nutrition in Tropics. Vikas Publising House. New
Delhi .
Schaefer, B.J., W.H. Hoover, J.P. Sargent, R.J. Crawford JR
and W. V. Thayne. 1980. Fermentation of a high concentrate diets as affected by
ruminal pH and digesta flow. J. Dairy Sci
Shepherd,
1984. Animal Nutritions. 7th Ed.
Tata Mc.Graw-Hill Book Company. Inc.
New York .
Suarti,
M. 2001.
“Pengaruh amoniasi, Penambahan
Tepung Bulu Ayam, Tepung Daun Singkong, Lisin-Zn-PUFA dalam Ransum terhadap
Kecernaan Zat Makanan Kambing Peranakan Etawa”. Skripsi.
Fakultas Pertanian. Universitas Lampung.
Bandar Lampung.
Sutardi T. 1977. Ikhtisar Ruminologi. Bahan
Kursus Peternakan Sapi Perah. Kayu
Ambon. Dirjen Peternakan-FAO
----------------.
1980. Landasan Ilmu Nutrisi.
Departemen Ilmu Makanan Ternak.
Fakultas Peternakan IPB. Bogor.
----------------.
1997. Peluang dan Tantangan Pengembangan Ilmu Nutrisi Ternak. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Nutrisi
Ternak. Fakultas Peternakan IPB. Bogor.
Sutardi, T. A.
Sigit, dan T. Tohormat. 1983.
“Standarisasi Mutu Protein Bahan Makanan Ruminansia Berdasarkan Parameter
Metabolisme oleh Mikroba Rumen”. Laporan Penelitian. Direktorat Pembinaan dan Pengabdian pada
Masyarakat, Dirjen DIKTI. Depdikbud.
Tkchev, E. Z and V. V. Ustin. 1985. Digestive and metabolic
functions of the digestive tract of young pigs given a feed mixed with natural
eolite. In Pig News and Inf.
Tillman, A. D.,
H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo, dan S. Lebdosoekojo. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Prees. Yogyakarta.
----------------.
1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar Vol 2.
Gadjah Mada University Prees.
Yogyakarta.
Visek, B. 1978.
“The theory and practice of mineral proteinates in the animal feed
industry”. Journal Animal Science. Vol
III (3): 133-146.
Wu, Y. and K. K. Kao. 1984. The effect of native eolite on
prophylactic fowl bacterial diarrhea. In Biol. Abs.
Kak.. Boleh minta ini yg versi jurnal? Kok saya gak nemu ya. Makasih
BalasHapusiya,
BalasHapusboleh minta dalam versi jurnal ...?
PDF ?
Wass, TWD
Daftar Sabung Ayam Taji Depost Pulsa Bersama CLUB388CASH
BalasHapusSitus Slot Pulsa Tanpa Potongan Bersama CLUB388CAH
CLUB388CASH ADALAH SISTUS AGEN BANDAR TARUHAN ONLINE TEPECAYA YANG MEMILIKI BANYAK PERMAINAN HANYA MENGGUNAKAN 1 AKUN ATAU 1 USER ID SAJA SEMUA DAPAT DI MAINKAN SEMUA DI PERMAINAN CLUB388CASH. TENTUNYA EVENT BONUS PROMO SETIAP BULAN NYA YANG MANTAPPP ^^