PROSES PEMOTONGAN TERNAK DAN
PENGKARKASAN
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sapi
potong merupakan salah satu komoditas unggulan yang dapat memenuhi kebutuhan
protein hewani. Dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan hewani, khususnya
daging setiap tahunnya serta untuk mendukung program nasional swasembada
daging diperlukan ketersedian bibit dan ternak sapi yang dapat menunjang
peningkatan produksi untuk memenuhi kebutuhan protein heawani asal daging sapi.
Namun akhir-akhir ini ketersedian daging yang dapat
disuplai oleh ternak sapi telah semakin berkurang (Dirtjen Peternakan, 2001).
Kondisi ini mengakibatkan akhir-akhir ini terjadinya upaya pemotongan ternak
sapi lokal tidak lagi memenuhi standar, bahkan 40% nya adalah merupakan sapi
bermutu genetik baik dan betina produktif (Suryana, 2000).
Menurut
Wattimena (1994) efisiensi reproduksi merupakan salah satu masalah yang paling
penting dalam usaha perbibitan ternak sapi potong, karena kerugian yang
diakibatkan masalah reproduksi cukup besar dalam usaha perbibitan ternak sapid
an begitu juga ketersediaan pakan untuk kecukupan konsumsi selama terjadinya
proses perbibitan maupun penggemukan ternak sapi juga harus terpenuhi dengan
baik.
Demikian
juga dengan ketersediaan pakan untuk kecukupan konsumsi selama terjadinya
proses perkembangan dan penggemukan ternak sapi juga harus terpenuhi dan belum
bernasiskan sumberdaya lokal, begitu juga dengan penggalian sumber pakan lokal
terutama untuk sapi potong belum dilakukan secara maksimal. Sehingga penyediaan
hijauan untuk kebutuhan ternak sapi semakin terbatas dan perlu didukung dengan
pemberian paka melalui pengoptimalan pemanfaatan limbah tanaman sebagai salah
satu bahan penyusun pakan yang dapat meningkatkan produktivitas ternak selain
pemberian hijauan.
Upaya mengurangi dampak negative penurunan ketersediaan kebutuhan ternak sapi siap potong serta mendukung peningkatan populasi dan produktivitas per unit ternak ditingkat peternakan rakyat, diperlukan suatu teknologi tepat guna spesifik lokasi sesuai dengan agrosistem dan kebutuhan pengguna sapi PO melalui peningkatan produktivitas ternak sapi yang akan dapat menunjang ketersediaan bibit sapi di tingkat petani sekaligus mendukung terwujudnya program nasional percepatan swasembada daging sapi.
Upaya mengurangi dampak negative penurunan ketersediaan kebutuhan ternak sapi siap potong serta mendukung peningkatan populasi dan produktivitas per unit ternak ditingkat peternakan rakyat, diperlukan suatu teknologi tepat guna spesifik lokasi sesuai dengan agrosistem dan kebutuhan pengguna sapi PO melalui peningkatan produktivitas ternak sapi yang akan dapat menunjang ketersediaan bibit sapi di tingkat petani sekaligus mendukung terwujudnya program nasional percepatan swasembada daging sapi.
BAB II
PUSTAKA
PROSES PEMOTONGAN
TERNAK DAN PENGKARKASAN
1. Proses Pemotongan Ternak
Proses pemotongan yang dilakukan di RPH yaitu terlebih dahulu dilakukan
pemeriksaan ante mortem oleh dokter hewan, setelah dinyatakan sehat oleh dokter
hewan lalu dimasukkan ke dalam killing box yang berfungsi sebagai tempat
pemotongan dengan cara menjepit dan membaringkan agar penanganan saat
penyembelihan lebih mudah. Setelah proses pemotongan selesai kemudian kaki
ternak diangkat dengan big hanger untuk dilakukan pengulitan, setelah itu
dimasukkan ke ruang kotor untuk mengeluarkan jeroan hijau (rumen, retikulum,
omasum dan abomasun).
Kemudian setelah itu dimasukkan ke dalam ruang bersih untuk mengeluarkan
jeroan merah, setelah itu ditimbang. Setelah penimbangan kemudian karkas yang
segar siap untuk dijual atau karkas tersebut dimasukkan ke dalam ruang pelayuan
(chilling) atau masuk ke dalam ruang boneless untuk memisahkan daging dengan
tulang. Menurut Blakely (1992) prosedur pemotongan yaitu dimulai dari :
- Persiapan sebelum
pemotongan,
- Pemingsanan (stunning),
- Penyembelihan dan
pengeluaran darah (blooding),
- Pengulitan (skinning),
- Pengeluaran isi
dalam (evisceration),
- Pembelahan,
- Trimming,
- Inspection,
- Pencucian dan
- Penimbangan dan
grading.
Dan menurut Soeparno (1992), bahwa pada dasarnya ada dua cara/teknik
pemotongan ternak yaitu :
a. teknik pemotongan secara langsung,
Pemotongan ternak secara langsung dilakukan
setelah ternak dinyatakan sehat, dan dapat disembelih pada bagian leher dengan
memotong arteri karotis, vene jugularis, dan oesophagus.
b. teknik pemotongan secara tidak langsung.
Pemotongan ternak secara tidak langsung artinya
ternak dipotong setelah dilakukan pemingsanan dan setelah ternak benar-benar
pingsan.
Penanganan daging yang telah dipotong harus terjaga dengan baik untuk
menghasilkan daging yang sehat. Hal ini sesuai dengan pendapat Anonim (2007)
bahwa Daging yang dipotong dari hewan sehat harus ditangani dengan bersih
(higienis) dan baik agar tetap memiliki gizi yang baik, tidak mengandung bibit
penyakit atau kuman-kuman berbahaya, tetap segar dan tidak mudah busuk.
1.1 Perlakuan Ternak Sebelum Di Potong
A. Syarat Ternak yang akan dipotong dan
Kebersihan Tempat di RPH.
Syarat
ternak yang akan dipotong adalah kondisi ternak harus dalam keadaan sehat dan
segar, untuk itu setelah ternak tiba dirumah potong perlu diistirahatkan terlebih
dahulu sampai kondisi ternak kembali segar.
Untuk hewan
betina besar bertanduk, boleh dipotong dengan syarat :
- Tidak dipotong untuk diperjual
belikan.
- Betina tersebut mendapat kecelakaan.
- Betina itu terkena penyakit yang bisa
menimbulkan kematian. (misalnya penyakit kembung perut).
- Betina tersebut dapat membahayakan
manusia.
- Menurut peraturan yang dibuat harus
disembelih (umumnya dalam rangka memberantas penyakit).
Bila
ternak telah melakukan perjalanan yang panjang dan ternak terlihat lelah,
segera setelah diturunkan dari truk atau alat angkut lainnya, ternakternak ini
digiring ketempat yang sudah tersedia air untuk minum dan dilakukan
penyemprotan dengan air dingin, hal ini bukan saja agar ternak menjadi bersih
namun juga akan dapat mengu-rangi stress serta menekan adanya bilur-bilur darah
pada bagian dibawah kulit (sub-cutan). Lama waktu istirahat dianjurkan selama 2
hari, meskipun kadang-kadang istirahat selama 2 hari ini belum mencukupi. Pada
saat istirahat semua ternak harus diberi makan dan minum yang baik dan cukup
meskipun beberapa ternak mungkin tidak mau makan.
Hal lain
yang perlu diperhatikan adalah keadaan dari tempat penampungan ternak di Rumah
Potong, yang kadang-kadang merupakan sumber kontaminasi bakteri pathogen
(penyebab penyakit). Karena ada kemungkinan ternak yang pernah datang berasal
dari suatu daerah, sedang ada dalam keadaan infeksi subklinis dan hal ini akan
sangat berpengaruh terhadap kualitas daging. Lantai tempat penampungan ternak
harus dibuat sedemikian rupa sehingga mudah dibersihkan, karena jika diantara
ternak yang sehat terdapat ternak yang menderita penyakit Salmonelosis, maka
besar kemungkinan akan terjadi penularan yang cepat yang dapat menimbulkan
resiko dimana dalam Rumah Potong Hewan itu timbul pencemaran.
Kandang untuk
peristirahatan ternak harus cukup luasnya serta menyenangkan bagi ternaknya dan
lebih baik lagi bila kandang disekatsekat menjadi unit-unit yang lebih kecil,
guna mencegah gerombolan yang terlalu banyak. Jalan menuju ruang penyembelihan
harus mudah dan apabila ternak yang akan dipotong itu adalah ternak besar yang
dipelihara di padang penggembalaan maka pada sisi lorong harus dipagari dengan menggunakan
tiang-tiang yang kuat.
Pada saat
ternak beristirahat pemeriksaan ante-mortem (sebelum ternak disembelih) sudah
mulai dijalankan. Pemeriksaan ante-mortem ini sangat penting dilakukan karena
merupakan salah satu proses pencegahan penyakit terhadap konsumen. Dalam hal
ini "pemeriksa" harus memiliki pengetahuan mengenai kesehatan
masyarakat dan juga cukup berpengalaman dalam menangani ternak-ternak yang akan
dipotong. Hal lain yang juga penting yaitu perlakuan terhadap ternak itu
sendiri.
Perlakuan
yang kasar pada ternak sebelum dipotong akan menyebabkan memar pada daging
sehingga akan menurunkan kualitas dari pada karkas. Oleh karena itu untuk
mengurangi penurunan kualitas karkas, stres lingkungan harus dihindari dan
ternak harus diperlakukan dengan baik. Pada umumnya petugas Rumah Potong yang
sepanjang dan setiap waktu kerjanya berhubungan dengan ternak cenderung kasar
dalam memperlakukan ternak yang akan dipotong.
B. Pemeriksaan
Ante-mortem
Pada
pemeriksaan ante-mortem, hal-hal yang perlu dilakukan adalah :
- Mengidentifikasi dan menyingkirkan
pemotongan ternak-ternak yang terkonta-minasi/terserang penyakit terutama
penyakit yang dapat menulari manusia yang mengkonsumsinya.
- Mengidentifikasi dan memisahkan
pemotongan ternak yang dicurigai terkontaminasi/terserang penyakit, dengan
syarat dagingnya baru bisa dijual bila telah dilakukan pemeriksaan
post-mortem (setelah dipotong) dan ternak-ternak ini harus dipotong
terpisah dengan ternak-ternak lain yang nyata sehat.
- Mencegah agar ternak yang kotor tidak
memasuki Rumah Potong, hal ini untuk mencegah agar lantai Rumah Potong
tidak kotor. Ternak yang kotor dalam Rumah Potong akan menjadi sumber
kontaminasi/penyebaran bakteri yang peluangnya sangat tinggi terhadap
karkas yang selanjutnya dapat menulari konsumen.
- Melakukan pemeriksaan epizootic
(penyakit-penyakit ternak yang bisa menular pada manusia). Pemeriksaan terhadap
jenis penyakit ini harus dilakukan sedini mungkin seperti pada penyakit
Mulut dan Kuku, Anthrax dan penyakit lain yang sejenis. Gejala-gejala
penyakit seperti tersebut di atas harus diketahui dengan jelas. Penyakit
Anthrax dapat diketahui dengan melihat keluarnya darah dari lubang-lubang
pembuangan, radang paha dapat dilihat dengan adanya suara berkerisik bila
paha diraba, penyakit mulut dan kuku dapat diketahui dari ludah yang
berlebihan keluar. Selain penyakit-penyakit seperti tersebut juga yang harus
diwaspadai adalah penyakit mastitis, endometritis, vaginitis, enteritis, arthritis
dan panaritium.
- Memeriksa umur ternak dengan teliti
dan benar, agar tidak tertukar antara daging dari ternak muda yang
kualitasnya baik dengan daging yang berasal dari ternak yang sudah tua
yang umumnya kualitasnya kurang baik.
- Ternak yang akan dipotong harus
diawasi siang dan malam, karena serangan penyakit bisa datang
sewaktu-waktu, sehingga bila ada yang terserang mendadak dapat segera
diketahui sedini mungkin. Penyakit Anthrax yang akut dapat berkembang
malam hari meskipun siang harinya ternak terlihat normal, namun pada pagi
harinya kedapatan sudah mati.
- Cara hewan bergerak dan respon hewan
terhadap benda yang dilihatnya. Pada hewan yang sakit respon terhadap
benda disekitar kurang baik dan pergerakan dari hewan tersebut akan
lambat.
- Permukaan luar kulit pun harus
diperhatikan dengan baik. Hewan yang sehat bulunya akan terlihat mengkilat
dan turgornya baik, selain itu kelenjar-kelenjar lymphe dibawah kulit
harus diperhatikan, bila ada pembengkakan harus dicurigai hewan itu
terkena penyakit.
- Pada alat pencernaan yang harus
mendapat perhatian adalah bibir dan hidung apakah basah atau tidak, cara
mengunyah atau memamah biak. Bila hewan menderita diarhe, maka akan
terlihar feces kering menempel pada pangkal ekor.
- Kondisi tubuh hewan apakah gemuk,
kurus atau sedang. Kondisi hewan yang kurus bisa disebabkan oleh berbagai
faktor dan diantaranya oleh penyakit.
Pada saat
melakukan ante-mortem ternak harus diobservasi pada saat ternak istirahat.
Ternak-ternak yang berbaring memisahkan diri dari kelompoknya harus dicurigai,
karena ternak yang sakit cenderung memisahkan diri dari kelompoknya, kejadian
ini tidak akan terjadi bila ternak tidak sedang dalam keadaan istirahat.
Keadaan seperti ini penting untuk diperhatikan karena merupakan adanya indikasi
yang tidak berjalan normal pada ternak tersebut.
C. Cara menditeksi ternak yang tidak sehat.
Ternak
yang sedang demam dapat diketahui pada saat ternak sedang beristirahat. Ternak
tersebut akan terlihat lemah dan tidak bergairah dan kadang-kadang terlihat
telinganya terkulai. Ternak babi yang terkena demam akan memisahkan diri dari
kelompoknya dan rebahan di teempat yang basah meskipun udara lingkungan sedang
dingin.
- Ternak domba yang terkena penyakit
"myasis" akan sering mengibasngibaskan ekornya atau menggisir
dan juga bulu pada daerah pantat terdapat kotoran dan basah.
- Penyakit "Pneumonia" dan
"Heat-Stroke" akan mudah diditeksi pada saat ternak
beristirahat. Ternak yang terkena penyakit ini akan terlihat kembang
kempis kesakitan dan pernafasan cepat.
- Penyakit "Peritonitis" yang
akut juga akan bisa dilihat pada ternak bila sedang istirahat. Hal ini
banyak terjadi pada babi. Babi yang terserang penyakit ini memperlihatkan
perut yang sedikit gembung dan terlihat lemah dan loyo.
- Penyakit "Enteritis" juga
bisa dilihat pada saat ternak istirahat. Ternak akan terlihat bungkuk
karena pada abdomennya ada luka dan akkan mencret bila buang kotoran.
Memperhatikan
ternak yang akan dipotong sangat penting dilakukan, karena bila ada tingkah
laku yang tidak normal perlu dicurigai bahwa ternak tersebut ada kelainan.
Disamping diperhatikan pada saat istirahat ternak pun harus diperhatikan pada
saat berjalan. Usahakan ternak berjalan perlahan dan dilihat apa ada kelainan
atau tidak. Pengawasan sebaiknya dilakukan pada :
- Sisi sebelah kiri.
- Sisi sebelah kanan.
- Bagian depan dan kepala.
- Bagian belakang (kaki dan anus).
D. Penimbangan pada Ternak
Pada saat
ternak akan dipotong, sebelum memasuki rumah potong, bila ada fasilitas
penimbangan ternak, maka sebaiknya ternak ditimbang terlebih dahulu. Mak-sudnya
untuk mengetahui berapa berat potong dari ternak tersebut dan berapa kira-kira
karkas yang akan dihasilkan. Rumah potong di Indonesia, umumnya tidak memiliki timbangan
untuk ternak hidup, baik untuk ternak kecil maupun untuk ternak besar. Untuk
ternak kecil kapasitas 100-150 kg sudah memadai, namun untuk ternak besar
sebaiknya yang berkapasitas 750 kg.
Menimbang
ternak kecil tidak terlalu sulit karena tenaganya masih bisa diatasi oleh
manusia. Pada ternak domba dan kambing cukup dengan menyatukan keempat kakinya
dan diikat kemudian digantung pada kait timbangan gantung. Pada sapi ka-rena
tenaganya jauh lebih kuat, maka sebaiknya timbangannya dibuat seperti kerangkeng
dengan lebar dan panjang lebih besar sedikit dari badan sapi. Pada saat
ditimbang pintu kerangkeng sebaiknya tertutup karena dikhawatirkan sapi jadi
lebih galak akibat suasana yang berbeda dari biasanya.
2. Prosedur Pemotongan dan Pengkarkasan
Prosedur
pemotongan meliputi teknik pekerjaan secara berurutan yang dilakukan dalam
rangka perubahan ternak hidup menjadi karkas dan bagian-bagian yang bukan
karkas dimana kesemuanya itu berlangsung di rumah pemotongan hewan (RPH). Untuk
itu pertimbangan jumlah ternak yang dipotong per hari dan perlakuan-perlakuan
setelah pemotongan perlu dipertimbangkan. Untuk menghasilkan daging dengan
kualitas yang tinggi mengharuskan untuk ditangani dengan prosedur pemotongan
yang benar dan sesuai dengan kaidah-kaidah ilmiah; RPH yang dilengkapi dengan
teknik pendinginan yang tepat dan perlengkapan-perlengkapan lainnya untuk memudahkan
pengkarkasan tersebut. Kondisi ternak sebelum dipotong seperti dikemukakan
diatas akan sangat besar peranannya terhadap kualitas akhir dari karkas.
Secara
berurutan dalam pengkarkasan ternak sapi, teknik yang dilakukan sebagai berikut
(beberapa variasi bisa terjadi antara satu negara dengan negara lainnya) :
1. Persiapan sebelum pemotongan
Dalam hal
ini meminimalkan terjadinya luka memar dan menghindari terjadinya ketegangan
sejak ternak diangkut dari peternakan sampai pada saat menurunkan ternak di
tempat penampungan atau tempat istirahat di RPH sebelum pemotongan
dilaksanakan. Di beberapa negara waktu istirahat berlangsung selama 24 jam,
dimaksudkan selain untuk istirahat juga untuk mengosongkan saluran pencernaan.
Namun hal ini bisa mengakibatkan terjadinya kejadian dark cutting meat dan luka
memar (Lister et al., 1981).
Hasil penelitian Abustam dkk. (1991) memperlihatkan bahwa istirahat diatas delapan jam dan tidak melebihi 12 jam merupakan kondisi yang baik untuk memulihkan kelelahan ternak yang timbul selama pengangkutan. Istirahat diatas 12 jam memperlihatkan kecenderungan pH akhir meningkat kembali (dark cutting meat), ini disebabkan karena selama itu ternak tidak mendapat pakan, akibatnya ternak kembali mengalami stres akibat kelaparan. Wythes dkk. (1984) mengemukakan bahwa ternak yang diistirahatkan di RPH setelah perjalanan jauh, terutama jika istirahat lebih dari 24 jam, perlu diberikan pakan berupa rumput atau hay berkualitas tinggi dan air minum untuk menurunkan pH akhir otot.
Ternak yang kotor harus dibersihkan sebelum dipotong. Juga pada hari sebelum pemotongan, ternak-ternak harus diperiksa kesehatannya. Jika terdapat ternak yang memperlihatkan gejala-gejala sakit dan juga yang diduga terkontaminasi bakteri pada area peristirahatan, harus ditangani secara terpisah dengan ternak-ternak yang dinilai patut untuk konsuimsi manusia.
2.Ternak tidak berdaya (Stunning or Immobilization)
Beberapa
negara meperlakukan keadaan ternak tidak berdaya sebelum pemotongan. Di USA,
ternak-ternak sapi dibuat tidak berdaya secara mekanik melalui pusat kesadaran
ternak dengan menggunakan alat tajam yang ditusukkan pada dahi ternak pada
titik X yang secara imaginasi terletak pada garis pertemuan yang ditarik antara
dari mata kanan ke tanduk kiri dengan garis dari mata kiri ketanduk kanan.
Metoda stunning lainnya adalah menggunakan bolt atau pin yan akan menusuk otak
pada lokasi dahi ternak sapi tersebut. Stunning secara elektrik juga banyak
digunakan dan menjadi pertimbangan untuk masa kedepan.
Di negara-negara berkembang khususnya di Indonesia dimana upah tenaga kerja tidak menjadi masalah, maka cara pembantingan umumnya digunakan untuk mebuat ternak sapi tidak berdaya. Namun teknik semacam ini akian memberikan dampak yang negatif terhadap kualitas daging; memar dan kejadian dark cutting meat meningkat mengakibatkan rendahnya kualitas daging.
3.Penyembelihan/pengeluaran darah (bleeding)
Ternak dalam
keadaan tidak sadar/tidak berdaya, secepatnya disembelih pada daerah
kerongkongan persis dibelakang rahang sedalam mungkin untuk memotong vena
jugularis dan arteri karotid.sehingga darah menyemprot keluar. Penggantungan
ternak melalui kaki belakang, dimana kepala pada posisi sebelah bawah akan
mempercepat penge;luaran darah sebanyak mungkin. Mettler (1986) menyatakan
bahwa jika penyembelihan dilakukan dengan baik pada kedua arteri karotid maka
ternak akan mengeluarkan darah sebanyak mungkin baik dalam keadaan digantung
ataupun tidak digantung.
4. Pengulitan
Ketika
ternak sudah mati dan pengeluaran darah sudah sempurna, kaki depan dilepaskan
dengan memotongnya antara patella dengan shank.
- Pelepasan kulit kepala
Pengulitan diawali pada kepala melalui potongan
pada garis tengah dari daerah dada (brisket) ke kerongkongan yang kemudian
dibuka menuju kearah navel (daerah flank). Kedua sisi kepala dikuliti,
dilanjutkan dengan memotong melintang pada bagian atas dari kepala atau tanduk
sehingga memungkinkan untuk akses kebagian muka (wajah). Sebelum kepala
dilepaskan terlebih dahulu oesophagus diikat dan dilepaskan dari pertautannya
pada thoracic cavity, dengan demikian isi rumen tidak dapat mencemari karkas.
Kepala dilepas dari karkas dengan memotongnya melalui pertautan antara tulang
atlas dengan larnyx.
b. Pelepasan kulit ekor
Kulit ekor dibuka dimulai dari anus atau ujung
saluran pembuangan (bung). Bung dilepas dari pertautannya pada karkas dengan
memotong kulit antara otot pada round dan usus besar. Bung diikat untuk
menghindari kontaminasi pada karkas dan kemudian didorong melalui rongga pelvis
kedalam rongga perut untuk memudahkan didalam pengeluaran isi dalam (evisceration).
c. Pelepasan kaki belakang
Kulit pada kaki belakang pada permukaan posterior
dibuka kearah tubuh sampai pada daerah lutut dan hock (sekitar tendon achilles)
kelihatan. Kemudian kaki dilepas dengan gergaji sampai pada daerah hock.
Melalui hock (tendon achilles) dikaitkan pada pengait yang dapat dikerek,
selanjutnya karkas ditransfer melalui rel conveyor untuk pengulitan lebih
lanjut.
d. Rumping
Pembukaan kulit dari kerongkongan sampai ke daerah
flank diperluas ke daerah bung dimaksudkan untuk lebih memudahkan pengulitan
yang akan dimulai pada daerah hindquarter. Pisau bolak balik yang digerakkan
oleh tekanan udara dapat digunakan untuk melepaskan kulit setelah lebih dahulu
dibuka dengan menggunakan tangan. Prosedur ini dinamakan rumping. Kulit
kemudian dilepaskan melalui pengulitan dari atas kebawah menuju garis tengah.
e. Penarikan kulit
Pada pabrik yang besar, setelah rumping dilakukan
dan kulit pada kaki depan sudah dibuka, suatu penarik kulit biasanya digunakan
untuk melepas kulit dari karkas. Ada tiga tipe penarik kulit (hide puller) : 1)
"up-puller", dimana menggunkan berat karkas untuk menstabilkan
melawan tekanan dari penarik dan melepaskan kulit dari neck ke rump; 2)
"down-puller" yang ditautkan pada kulit didaerah rump dan umumnya
tidak memerlukan untuk pengulitan kepala (kecuali pada pejantan); dan 3)
"side-puller" yang ditautkan pada kulit pada daerah perut (belly) dan
menarik kedua sisi dari belly ke belakang.
f. Pembelahan dada (brisket)
Brisket dibuka sepanjang garis tengah melalui
tulang dada menggunakan ujung tumpul gergaji untuk mencegah kerusakan pada
jantung dan paru-paru. Pembelahan ini memungkinkan untuk akses bebas pada
organ-organ yang terdapat dalam rongga dada.
g. Pengeluaran isi dalam (evisceration)
Proses evisceration dimulai dengan terlebih dahulu
membuka rongga pelvis dengan melakukan pemotongan antara otot-otot didalam
round melalui membran yang tebal. Rongga perut kemudian dibuka dengan
memasukkan tangan kedalam rongga tubuh dan memotong otot-otot abdominal dengan
menggunakan pisau tipis. Berat dari saluran pencernaan akan memungkinkan untuk
jatuh ketempat penampungan melalui daerah yang telah dibelah. Lemak pelvis,
lemak ginjal dan ginjal tinggal pada karkas. Saluran pencernaan dilepaskan dari
diapragma. Hati bisa dikeluarkan bersama-sama dengan saluran pencernaan atau
secara terpisah. Jantung, paru-paru, trachea dan oesophagus.yang terdapat dalam
rongga dada, kemudian dikeluarkan setelah terlebih dahulu melepaskan diapragma.
h. Pembelahan Karkas (splitting)
Pembelahan karkas dilakukan dengan menggunakan
tenaga gergaji yang berpisau timbal balik atau dalam beberapa hal digunakan
gergaji lingkar (sirkular). Karkas dibelah sepanjang garis tengah dimulai pada
dinding yang tebal diantara round dan mengikuti pusat dari kolom spinal,
menhasilkan jumlah tulang yang sama pada masing-masing sisi belahan.
i. Penyiangan karkas (trimming)
Bagian-bagian lain pada karkas yang mudah
mengalami pembusukan harus dikeluarkan dari karkas seperti spinal cord, arteri
besar dan vena pada bagian leher. Darah dan bagian-bagian yang tidak cerah dari
otot harus dikeluarkan dari bagian leher untuk mencegah kerusakan yang cepat.
j. Pengawasan (inspection)
Inspeksi dilakukan pada daging, viscera dan kepala
terhadap kemungkinan terdapatnya hal-hal yang dapat mengakibatkan bagian-bagian
karkas menjadi tidak higienis atau membawa penyakit.
k. Pencucian (washing and shrouding)
Karkas kemudian dicuci dengan air bertekanan
tinggi untuk menghilangkan darah dan kemungkinan kontaminan-kontaminan lainnya.
Juga penting untuk menghilangkan potongan jaringan dan debu tulang yang
dihasilkan dari pembelahan karkas. Di Amerika, belahan karkas segera
dibungkus/diselubungi (shrouding) sebelum ditempatkan diruangan pendingin.
Pembungkus tersebut terbuat dari kain putih tebal yang direndam dalam larutan
garam lemah yang hangat kemudian dijepit dan direnggangkan secara ketat
sepanjang bagian luar dari karkas. Pembungkus ini akan menyerap darah dan
menghasilkan lemak yang halus, putih, dan kelihatan rapat yang mana merupakan
pilihan utama oleh industri. Pembungkus (shroud) juga mengurangi pengkerutan
karena pendinginan pada daging tanpa lemak (very lean) dari ternak melalui
aksinya sebagai isolator. Pembungkus ini kemudian dilepaskan setelah 24
jam pendinginan awal.
l.. Penimbangan (Weighing and grading/classification)
Penimbangan karkas dilakukan dalam keadaan hangat
setelah pengkarkasan selesai sebelum karkas didinginkan (dilayukan). Berat
karkas merupakan dasar untuk penilaian harga kepada para produser dan juga
didalam perdagangan karkas lebih lanjut dalam setiap segmen dalam industri
daging. Terdapat perbedaan diantara beberapa negara dalam pembayaran kepada
produser yang bisa didasarkan atas berat karkas hangat, berat karkas dingin
yang sebenarnya atau berdasrkan atas berat karkas dingin yang diperhitungkan
dengan menggunakan standar pengurangan pada berat karkas hangat (Kempster dkk.,
1982). Pada umumnya, sejumlah negara menggunakan pembayaran berdasarkan berat
karkas hangat, dengan alasan mudah didalam pelaksanaannya.
Di
Indonesia potongan karkas dilakukan berdasarkan metoda Australia dengan membagi
menjadi 14 potong dalam tiga kategori :
- Enam potong pada bagian belakang
(potongan pistol) ; 1) filet, 2) sirloin, 3) rump, 4) topside, 5) inside,
6) silverside
- Empat potong pada kategori kedua ; 1)
cube roll, 2) chuck, 3) chuck tender, 4) blade
- Empat potong pada kategori ketiga ;
1) rib meat, 2) brisket, 3) flank, 4) shank.
Pengklasifikasian
potongan-potongan karkas akan memberiklan perbedaan harga diantara kategori dan
diantara potongan didalam kategori yang sama. Di pasar swalayan di Indonesia
terdapat perbedaan harga antara Rp. 500 – Rp. 1000.- diantara potongan karkas
dalam kategori yang sama. Nilai ini belumlah cukup besar jika dibandingkan di
Negara maju dimana perbedaan harga antara kualitas rendah dengan kualitas
tinggi bisa mencapai 5 – 6 kali. Di beberapa pasar swalayan di Jakarta,
misalnya Kem Chicks selisih harga tersebut sudah mencapai 2 x artinya jika
kualitas terendah dijual Rp. 40.000.-/kg maka kualitas tertinggi dapat mencapai
harga Rp. 80.000.-/kg. Penjualan daging dengan mengacu kepada kualitas ini akan
memberikan dampak peningkatan penghasilan yang diperoleh dari karkas setelah
menjumlahkan harga dari masing-masing potongan yang dapat dicapai. Di Perancis
peternak dapat memilih apakah menjual sapi dalam bentuk hidup atau dalam bentuk
karkas atau daging berdasarkan kualitas. Penjualan dalam bentuk daging
berdasarkan kualitas akan memberikan total pendapatan perekor sapi 6 – 7 kali
lebih besar jika dibandingkan dengan penjualan dalam bentuk hidup. Hal ini
bukan merupakan keajaiban tetapi merupakan kompensasi harga atas penerapan
teknologi pengolahan yang dilakukan pada sapi hidup tersebut; agroindustri
daging memungkinkan untuk peningkatan pendapatan pelaku usaha.
DAFTAR PUSTAKA
Drs.
Mukhlis.r, mm. 2007. Peraturan Daerah Kota Pariaman Tentang Retribusi Rumah
Potong Hewan Dan Pemeriksaan Daging. http://www.google.com/
search/perda_rph.pdf.
Eko
Priliawito. 2009. Rumah Potong Hewan Harus Kelola Limbah Saluran air.
http://metro.vivanews.com/53215/Rumah_potong_hewan.html.
Elok Budi
Retnani, dkk. 2004. Jaminan Keamanan Daging Sapi Di Indonesia Sekolah Pasca Sarjana
Institut Pertanian Bogor
Suryo
Prabowo, SPt. 2008. Pemantauan Peredaran Daging Menjelang Bulan Ramadhan Tahun
2008 oleh UPTD Rumah Potong Hewan (RPH). Staf UPTD Rumah Potong Hewan Dinas
Peternakan dan Perikanan Kab. Sragen.
Utoyo.
2008. Peraturan Daerah Kabupaten Magelang Nomor 10 Tahun 2008 Tentang
Pemeriksaan Kesehatan Hewan, Pemotongan Hewan Potong Dan Penanganan Daging.
http://google.com/search/perda_rph.pdf.
Apakah kamu sedang mencari prediksi togel jitu ? cek blog kami di sini >
BalasHapusPREDIKSI TOGEL SGP 21 NOVEMBER 2021 dari tafsir jitu